Kamis 14 May 2020 09:27 WIB

Pengepul dan Petani di Lebak Keluhkan Anjloknya Harga Karet

Harga karet berbentuk lump anjlok dari Rp 9.000 menjadi Rp 5.000 per kg.

Petani mengumpulkan getah karet hasil panen di perkebunan, ilustrasi.
Foto: ANTARA FOTO
Petani mengumpulkan getah karet hasil panen di perkebunan, ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Sejumlah pengepul dan petani di Kabupaten Lebak, Banten, mengeluhkan anjloknya harga karet sejak penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19,sehingga berdampak merosotnya pendapatan.

"Kita sebelum pandemi Covid-19 harga karet berbentuk lump diterima perusahaan pabrik karet Rp 9.000 per Kg, namun kini Rp 5.000 per Kg," kata Cenglih (60) seorang pengepul karet di jalan raya Rangkasbitung-Leuwidamar Kabupaten Lebak, Kamis (14/5).

Baca Juga

Merosotnya pendapatan itu tentu pengepul hanya bertahan hidup, karena usaha ini tidak menguntungkan akibat anjloknya harga karet. Selain itu juga dirinya kesulitan permodalan karena mereka perusahaan yang menampung karet tidak membayar tunai.

Kebanyakan perusahaan tersebut mengutang ke pengepul, sedangkan pengepul ke petani membayar tunai tanpa diutang.

Ia mendatangkan petani karet itu daru sejumlah wilayah di Kabupaten Lebak dan Jasinga Kabupaten Bogor. "Kami dalam kondisi pandemi Covid-19 itu masih bertahan masuk kategori hebat karena bisa menghidupi petani," katanya menjelaskan.

Menurut dia, dirinya sudah puluhan tahun sebagai pengepul karet kali pertama merosotnya pendapatan hingga kesulitan keuangan saat pandemi virus Corona, sebab perusahaan mengutang. Selain itu juga anjloknya harga karet dengan harga Rp5.000/Kg tentu pendapatan menurun drastis.

Saat ini, dirinya menampung karet dari petani biasanya sebanyak 5 ton, namun kini hanya 2,5 ton per hari dan jika menjual 2,5 ton dengan harga Rp 5.000 per Kg maka diakumulasikan menghasilkan pendapatan Rp 12.500 juta per hari.

"Saya kira pendapatan sebesar itu tidak menguntungkan dan habis biaya angkutan. Sebelum pademi Covid-19 bisa menjual 5 ton per hari atau menghaslkan Rp 25 juta dan bisa meraup keuntungan," katanya menjelaskan.

Begitu juga pengepul lainnya, H Sukatma (55) mengatakan selama ini usaha karet sudah tidak bisa dijadikan andalan pendapatan ekonomi akibat anjloknya harga karet sehingga pendapatan merosot hingga 70 persen.

Penurunan omzet itu tentu sangat terpukul bagi pengepul karet karena kebanyakan perusahaan pabrik karet krisis keuangan dengan tidak membayar tunai, sedangkan pengepul membeli dari petani langsung dibayar tunai tanpa utang.

"Kami saat ini hanya bisa menjual karet ke perusahaan pabrik karet Rp10 juta dan jika dihitung cukup biaya angkutan juga ditambah perusahaan pabrik karet mengutang," katanya menjelaskan.

Cecep (55) seorang petani karet di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak mengaku ejak dua bulan terakhir ini harga karet anjlok dari Rp 9.000 per kg menjadi Rp 3.400 per kg sehingga berdampak terhadap pendapatan petani.

Saat ini, petani karet di wilayahnya banyak yang memberhentikan tenaga pengambil getah karet karena harga di pasaran anjlok sekitar 80 persen dari Rp 9.000 per kg. "Kami merugi dengan turunnya harga itu, karena tidak sebanding dengan biaya produksi," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Rahmat Yuniar mengatakan saat ini petani karet tampak tidak bersemangat untuk mengembangkan maupun peremajaan karena harga di pasaran anjlok.

Berdasarkan data jumlah areal perkebunan karet di Kabupaten Lebak mencapai 11.200 hektare dan dapat menyerap tenaga kerja lokal sekitar 250 ribu orang. "Kami mendorong agar petani tetap melakukan peremajaan dengan benih berkualitas,sehingga bersaing harga di pasaran," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement