Rabu 13 May 2020 21:48 WIB

Muhajir: Umat Islam Harus Kuasai Ekonomi tak Hanya Agama

Dalam konteks ajaran Islam, sektor ekonomi merupakan hal yang sangat mutlak ada.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Agus Yulianto
Mendikbud Muhajir Effendi (kanan)
Foto: Republika/Darmawan
Mendikbud Muhajir Effendi (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko PMK Prof Muhajir Effendi menegaskan agar Umat Islam harus memiliki kapasitas dan kemampuan untuk menguasai sektor ekonomi. Pasalnya, dalam konteks ajaran Islam, sektor ekonomi merupakan hal yang sangat mutlak ada.

"Kita diminta untuk mengkaji dan menguasai banyak bidang bahkan di Alquran disebutkan untuk orang yang menguasai bidang keagamaan itu cukup sebagian saja sedangkan yang lain menguasai bidang yang lain," ujar dia dalam acara Talk Show SDM Unggul dan Kebangkitan Ekonomi Umat, Rabu (13/5).

Muhajir mengatakan, hendaknya ada sebagian dari umat yang memfaqihkan agamanya dan sebagian yang memfaqihkan bidang lain termasuk bidang ekonomi. Menurutnya, sebagai umat Islam harus dapat berkiprah di kehidupan sehari-hari dan menyebar dimana saja termasuk sektor ekonomi, politik, dan sosial kemasyarakatan.

"Itu adalah perintah agama kita untuk belajar agama dan memahaminya, hanya kita memang kemudian semua orang dikira harus fokus agama secara menyeluruh sehingga kita hanya menguasai bidang agama saja dibanding bidang lain," kata dia.

Apalagi jika ada anggapan seorang muslim tidak mempresentasikan umat Islam jika tidak menguasai bidang agama. Meski, misalnya dia hebat di bidang ekonomi, tetapi karena tidak fasih dalam membaca Alquran apalagi makhrajul hurufnya, maka tidak dianggap.

Inilah, menurut Mantan Menteri Pendidikan, umat Islam yang mayoritas di Indonesia tidak lagi inklusif tetapi eksklusif. Sehingga, umat Islam yang 87 persen di Indonesia ini merasa minoritas di tengah mayoritasnya.

"Kita sering merasa tidak menjadi bagian dari pelaku bernegara ini, padahal kita adalah pelaku utama,"ujar dia.  

Selain itu dalam membangun ekonomi umat ini umat Islam sering terperangkap ke dalam label-label yang dikaitkan dengan Islam. Sehingga, orang banyak melihat sesuatu dari label identitas dibanding substansinya.

Seperti halal. Halal memang penting. Namun, setelah adanya undang-undang, ini hanya dilihat label halalnya tidak mengukur aspek materialnya.

"Orang berlomba-lomba untuk memberi label syariah, lalu selesai karena sudah syar'i, dan bisa langsung masuk surga. Padahal secara substansi kita belum mengetahui apakah itu benar-benar sesuai syariah atau tidak,"ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement