Rabu 13 May 2020 21:22 WIB

Soal JKN, Kemenkes Bungkam

Kemenkes menyebutkan instansi lain seperti Kemenkeu yang bisa menjawab.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Agus Yulianto
Wamenkeu Mardiasmo (kedua kiri), Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kedua kanan), Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kalsum Komaryani (kiri) dan pengamat kesehatan Budi Hidayat menjadi narasumber dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta,.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Wamenkeu Mardiasmo (kedua kiri), Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kedua kanan), Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kalsum Komaryani (kiri) dan pengamat kesehatan Budi Hidayat menjadi narasumber dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta,.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) enggan berkomentar banyak mengenai peraturan presiden (perpres) nomor 64 tahun 2020 mengenai perubahan kedua kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Kemenkes menyebutkan, instansi lain seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang bisa menjawab.

"Karena izin prakarsa di Kemenkeu, sebaiknya ke pejabat Kemenkeu saja," ujar Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani saat dihubungi Republika, Rabu (13/5).

Ketika didesak, pihaknya masih enggan berkomentar banyak. Sebelumnya, pemerintah kembali menaikkan iuran JKN-KIS per 1 Agustus 2020. Berdasarkan salinan peraturan presiden nomor 64 tahun 2020 yang diterima Republika, di pasal 29 ayat 2 disebutkan kenaikan iuran berlaku untuk kelas I, kelas II, penerima bantuan iuran (PBI) terlebih dahulu.

Sementara itu, iuran kelas III baru akan naik pada tahun 2021. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Berdasarkan bunyi di pasal 29 ayat 2, kenaikan berlaku per 1 Agustus 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement