Selasa 12 May 2020 22:21 WIB

Kejakgung Periksa 4 Pejabat Bea Cukai Batam

Dugaan korupsi importasi menjadi bahan penyidikan baru di Kejakgung.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) semakin tertekan akibat gempuran produk impor. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) semakin tertekan akibat gempuran produk impor. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidikan dugaan korupsi importasi tekstil berlanjut. Kejaksaan Agung (Kejakgung) kembali memeriksa sejumlah pejabat pengelola bea cukai di pelabuhan. Pada Selasa (12/5), giliran lima pejabat kepabean di Batam, diperiksa.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono mengatakan, lima pejabat tersebut, yakni Susila Brata yang diketahui sebagai Kepala Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Batam. Selain itu, penyidik di Direktorat Pidana Khusus (Dirpidsus) juga memeriksa Yosep Hendriyansah, Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabean dan Cukai I Batam.

Tiga nama terperiksa lainnya, yakni Rully Ardian, Kepala Fasilitas Pabean dan Cukai KPU Bea Cukai Batam, dan Bambang Lusanto Gustoma, Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabean dan Cukai II KPU Cukai Batam. Terakhir M Munif yang diketahui Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan I KPU Cukai Batam. “Lima yang diperiksa, sebagai saksi,” terang Hari, Selasa (12/5).

Dugaan korupsi importasi menjadi bahan penyidikan baru di Kejakgung. Dirpidsus memulai penyidikannya, pada 27 April lalu. Hari menerangkan, dugaan korupsi tersebut berawal dari dugaan penyalahgunaan kewenangan tentang importasi tekstil di Dirjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dugaan korupsi tersebut terjadi rentang periode 2018-2020.

Hari menerangkan, terungkapnya dugaan korupsi tersebut berawal dari temuan pada Maret 2020. Ketika itu penyelidikan menemukan 27 kontainer milik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) di Pelabuhan Tanjung Priok. Namun, penyelidikan menemukan adanya ketidakseusian antara dokumen kontainer, dengan isi, dan jumlah, serta jenis barang yang keluar.

“Dan setelah dihitung terdapat kelebihan fisik barang berupa kain. Masing-masing untuk PT PGP sebanyak 5.075 roll dan PT FIB sebanyak 3.075 roll,” terang Hari menambahkan. Kata dia, ribuan roll kain tersebut, berupa brokat, sutra, dan satin. Penyelidikan pun menemukan dokumen pengiriman tersebut, berasal dari India yang berasal dari Pelabuhan Nhava Sheva, di Mumbai Timur. Namun penyelidikan menemukan kapal tersebut tak pernah melaut dan sandar dari India.

Setelah proses penyidikan dilakukan, kapal bermuatan tekstil impor tersebut, berasal dari Cina. Kapal pengangkut diketahui muat barang, dari Pelabuhan Hongkong, dan singgah di Malaysia, lalu bongkar muatan di Pelabuhan Batam. Saat singgah di Batam, kontainer milik PT FIB, dan PT PGP dipindahkan ke tempat penimbunan sementara (TPS) Bea Cukai, Batu Ampar, Batam.

“Selanjutnya, setelah muatan dipindahkan, isi kontainer diisi dengan kain berbeda dari muatan awalnya, berupa kain polister yang harganya lebih murah dari muatan sebelumnya,” kata Hari. Kontainer pada TPS yang isinya telah dimanipulasi itu, kemudian kembali dimuat untuk dibawa ke Jakarta, dengan singgah di Pelabuhan Tanjung Priok. 

“Di Pelabuhan Tanjung Priok, kontainer tersebut rencananya akan dikirim ke alamat tujuan di Komplek Pergudangan Green Sedayu Bizpark, Cakung, Jakarta Timur,” ujar Hari.

Dari kronologi tersebut, Hari menerangkan, sejumlah saksi yang diketahui berstatus pejabat tinggi di Kepabean Tanjung Priok sudah dilakukan pemeriksaaan. 

Pekan lalu, sedikitnya sembilan nama petinggi di Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, turut diperiksa. Namun sampai saat ini, proses penyidikan belum menetapkan satupun tersangka. Proses penyidikan, pun belum membeberkan besaran kerugian negara dari dugaan korupsi importasi tekstil kali ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement