Senin 11 May 2020 14:12 WIB

Menjaga Stabilitas Keuangan BUMN

BUMN harus memiliki bisnis bagus serta didukung dengan kondisi keuangan yang sehat.

Sunarsip
Foto:

Utang BUMN memang meningkat. Namun, telah banyak pula yang dicapai dengan utang tersebut. Kini, banyak jalan tol yang selesai dibangun. Banyak pula bandara dan infrastruktur lainnya yang beroperasi. Hal yang sama juga terjadi di kelistrikan. Selama 2015-2018, PLN telah berhasil membangun serta mengoperasikan pembangkit sekitar 10 ribu MW berikut infrastruktur transmisi dan jaringannya.

Secara ekonomi, keberadaan infrastruktur tersebut telah memberikan manfaat bagi aktivitas ekonomi. Misi sebagai agent of development telah dijalankan BUMN (mission accomplished). Sedangkan, secara keuangan, memang membutuhkan waktu agar level komersialisasinya sesuai harapan, di mana hasil investasi dapat melebihi biaya pinjaman.

Meskipun pembangunan infrastruktur masih berlanjut, kini fokus pemerintah sebenarnya telah bergeser ke pengembangan inovasi, daya saing, dan sumber daya manusia. Dapat diperkirakan, tensi percepatan infrastruktur ke depan akan melambat.

Bagi BUMN, pergeseran fokus ini sebenarnya menjadi angin segar. Kini, BUMN memiliki ruang untuk melakukan relaksasi di sisi keuangannya. Sekaligus ruang bagi BUMN untuk mempercepat komersialisasi proyek yang telah dibangunnya.

Sayangnya, ketika hendak masuk ke tahapan komersialisasi, muncul tantangan tak terduga: Covid-19!

Pertumbuhan ekonomi melambat, bahkan berpotensi terkonstraksi. Kini, BUMN terpaksa menggeser haluan ke konsolidasi keuangannya agar stabilitas keuangannya terjaga. Pemerintah tentunya perlu turun tangan menyelesaikan persoalan keuangan ini, terutama bagi BUMN yang selama ini mengemban misi pemerintah. Jangan sampai muncul anggapan habis manis sepah dibuang bagi BUMN. Lalu, bagaimana strateginya?

Pertama, BUMN perlu memiliki kecukupan likuiditas dalam rangka menjaga kemampuannya memenuhi kewajiban jangka pendek. Sejumlah BUMN memiliki piutang kepada pemerintah.

Percepatan pembayaran piutang ini akan membantu cash flow BUMN terkait. BUMN perlu diupayakan memperoleh fasilitas likuiditas dari Bank Indonesia (BI). Kebijakan quantitative easing (QE)yang kini dipersiapkan BI semestinya pula menjangkau BUMN non- keuangan, khususnya BUMN strategis.

Kedua, BUMN perlu dibantu dalam bentuk mediasi agar terdapat ruang bagi BUMN melakukan renegosiasi kontrak dengan supplier dan penjadwalan ulang (rescheduling) pembayaran utang (dalam dan luar negeri). Tujuannya agar BUMN memiliki ruang cash flow yang cukup untuk membiayai operasionalnya.

Ketiga, menciptakan terjadinya mekanisme lindung nilai (hedging) di antara BUMN (mutual hedging). Yaitu, mekanisme yang memungkinkan bagi BUMN yang memiliki kelebihan valas dapat membantu BUMN lainnya yang memiliki kekurangan valas. Kementerian BUMN dapat menyinergikan BUMN-nya dalam rangka saling membantu kebutuhan valas di antara BUMN.

Covid-19 memang menjadi persoalan bagi BUMN. Namun, Covid- 19 jangan menghambat rencana besar BUMN di sisi restrukturisasi dan konsolidasi. Kementerian BUMN saat ini memiliki rencana mengonsolidasikan sekitar 70 persen jumlah BUMN (berikut anak dan cucu usaha) yang diperkirakan selesai pada 2024.

Nantinya BUMN-BUMN ini akan dikelompokkan ke beberapa holding. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi, mengembalikan kepada core business, sekaligus meningkatkan kapasitas BUMN.

Kita berharap kedua fokus ini dapat dilakukan secara simultan. Konsolidasi harus jalan agar pada lima tahun ke depan, BUMN kita mampu menangkap peluang bisnis dan siap mengemban misi sebagai agent of development dalam skala yang lebih besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement