REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan peristiwa pelarungan jenazah anak buah kapal (ABK) asal Indonesia dari kapal berbendera China merupakan momentum Pemerintah untuk memperbaiki tata kelola pekerja migran.
"Pemerintah harus memastikan keselamatan ABK yang berada di atas kapal dan yang telah kembali, serta memastikan pemenuhan hak-hak ABK yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia seperti gaji, asuransi dan santunan," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia mengakui selama ini memang belum ada ketegasan dalam pengaturan pembagian kewenangan tata kelola penempatan dan perlindungan ABK perikanan serta pihak-pihak yang berhak untuk melakukan penempatan.
Terkait video pelarungan jenazah ABK asal Indonesia ke laut tersebut, BP2MI telah melakukan beberapa langkah di antaranya membentuk tim investigasi untuk menyelidiki proses penempatan ABK yang bekerja di kapal berbendera China itu.
BP2MI juga menindaklanjuti dengan melayangkan surat ke Mabes Polri untuk mendukung proses penyelidikan kasus-kasus pengaduan ABK yang telah diterima oleh instansi tersebut, dan mendorong percepatan penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Penempatan dan Perlindungan ABK Pelaut Niaga dan Perikanan sebagai instrumen hukum turunan Undang-Undang 18 tahun 2017.
"Yang terpenting adalah BP2MI mengharapkan untuk ego sektoral segera diakhiri terkait penanganan ABK dalam proses penempatan maupun perlindungannya," ujar Benny.
Selama periode 2018 hingga 6 Mei 2020, lembaga itu mencatat 389 pengaduan terkait ABK. Lima jenis pengaduan terbesar ialah gaji yang tidak dibayar sebanyak 164 kasus, meninggal dunia di negara tujuan 47 kasus, kecelakaan 46 kasus, ingin dipulangkan 23 kasus, dan penahanan paspor atau dokumen lainnya oleh Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) 18 kasus.
Sementara itu, pengaduan ABK terbanyak dibuat oleh para ABK Indonesia dengan negara penempatan, yaitu Taiwan 120 kasus, Korea Selatan 42 kasus, Peru 30 kasus, China 23 kasus, dan Afrika Selatan 16 kasus.
Dari total 389 kasus yang masuk ke BP2MI, 213 kasus telah selesai ditangani atau setara 54,8 persen dan 176 kasus masih dalam proses penyelesaian. Kendala yang dihadapi untuk kasus ABK ialah belum adanya aturan turunan yang mengatur perlindungan secara khusus bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ABK.
"Selain itu, data ABK sering tidak terdaftar di BP2MI khususnya ABK yang memiliki risiko permasalahan yang tinggi," ujar dia.