Sabtu 09 May 2020 17:31 WIB

MAKI: Telusuri Nurhadi di Money Changer Cikini dan Mampang

Ada dua tempat money changer di Jakarta yang biasa digunakan oleh Nurhadi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melacak keberadaan mantan Sekertaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. Boyamin mengatakan, salah satu tempat yang patut ditelusuri adalah dua tempat money changer di Cikini, Jakarta Pusat dan Mampang, Jakarta Selatan.

"Ada dua tempat money changer di Jakarta yang biasa digunakan oleh Nurhadi untuk menukarkan uang dolar miliknya yaitu di daerah Cikini dan Mampang. Inisial money changer adalah V ( Cikini ) dan M ( Mampang )," ungkap Boyamin dalam pesan singkatnya, Sabtu (9/5).

Ia berharap, setidaknya KPK bisa melacak jejak-jejak keberadaan Nurhadi dari transaksi tersebut dan segera bisa melakukan penangkapan. Berdasarkan informasi teranyar yang ia terima, Nurhadi  menukarkan uang dua kali sekitar Rp 1 miliar tiap pekannya untuk kebutuhan sehari-hari dan akhir pekan lebih banyak sekitar Rp 1,5 miliar untuk gaji buruh bangunan serta gaji para pengawal. 

"Yang melakukan penukaran bukan Nurhadi biasanya menantunya Rezky Herbiyono  atau karyawan kepercayaannya," tuturnya.

Sebelumnya, lanjut Boyamin, KPK sudah ia beri informasi memgenai seluruh harta berupa rumah, villa , apartemen, pabrik tissu di Surabaya, kebon sawit di Sumut, usaha burung walet di Tulung Agung. Menurut Boyamin, dengan diketahui harta benda dan cara penukaran uang, semestinya KPK mampu untuk mempersempit pergerakan Nurhadi dan menantunya sehingga memudahkan KPK untuk menangkapnya.

Diketahui, Nurhadi merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi perkara di MA pada tahun 2011-2016 bersama Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto. Ketiganya telah dimasukkan dalam status DPO sejak 11 Februari 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement