Selasa 05 May 2020 08:59 WIB

MAKI Minta KPK Selidiki Kartu Prakerja

Saat iini ada pembayaran secara lunas program pelatihan peserta kartu prakerja.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan proses penyelidikan atau setidaknya pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) atas dugaan korupsi dalam proyek kartu prakerja yang menelan anggaran hingga Rp 5,6 triliun. Permintaan itu disampaikan Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat mendatangi Gedung KPK, Senin (4/5) .

"Saya meminta KPK sudah memulai melakukan proses penyelidikan atau setidaknya pengumpulan bahan atau keterangan," kata Boyamin.

Boyamin mengatakan, permintaan untuk dilakukannya penyelidikan disampaikan lantaran saat ini telah ada pembayaran secara lunas program pelatihan peserta kartu prakerja gelombang I dan gelombang II. Dengan demikian, jika ada dugaan korupsi, seperti mark-up, KPK dapat langsung bekerja. 

 "Setidak-tidaknya memulai pengumpulan bahan dan keterangan. Hal ini berbeda dengan permintaan Kami sebelumnya yang sebatas permintaan pencegahan dikarenakan belum ada pembayaran pelatihan kartu prakerja," tutur Boyamin.

Kepada dua analis Pengaduan Masyarakat yang ditemuinya di Gedung KPK, Boyamin mengaku, telah memberikan keterangan tambahan disertai contoh kasus perkara lain dugaan penunjukan delapan mitra platform digital yang diduga tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa dalam bentuk kerjasama. Boyamin menduga, penunjukan delapan mitra kerja sama pelatihan kartu prakerja tidak melalui beauty contest, tidak memenuhi persyaratan kualifikasi administrasi dan teknis.

"Karena sebelumnya tidak diumumkan syarat-syarat untuk menjadi mitra, sehingga penunjukan delapan mitra juga diduga melanggar ketentuan dalam bentuk persaingan usaha tidak sehat atau monopoli," katanya. 

Selain itu, dengan kisaran antara Rp 200 ribu hingga Rp 1 juta, Boyamin menyatakan, pelatihan yang diberikan oleh delapan mitra Kartu Prakerja juga terbilang mahal jika didasarkan pada ongkos produksi materi dan dibandingkan dengan gaji guru atau dosen dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas tatap muka. Bahkan, angka tersebut lebih mahal jika dibandingkan dengan pelatihan yang tersedia di youtube atau browsing yang prakteknya gratis dan hanya butuh kuota internet. 

"Mestinya delapan mitra sudah mendapat untung dari sharing kuota internet," paparnya. 

Terkait dugaan mark up, Boyamin menyandarkan, pada pendapat Peneliti Indef Nailul Huda yang menyebut, delapan platform digital yang bekerja sama dengan pemerintah dalam menyediakan pelatihan kartu prakerja berpotensi meraup untung sebesar Rp 3,7 triliun. Dengan pendapat tersebut, Boyamin menduga, delapan mitra Kartu Prakerja mendapat untung sebesar  66 persen dari jumlah uang yang diterima mitra dari masing-masing biaya pelatihan kartu prakerja. 

"Padahal, BPK atau BPKP memberikan batasan keuntungan 20 persen sehingga terdapat dugaan pemahalan harga sekitar 46 persen. Meskipun demikian  perkiraan keuntungan ini masih perlu dihitung secara cermat masing-masing mitra dikarenakan terdapat mitra yang memberikan diskon biaya pelatihan," katanya. 

Boyamin mengungkapkan, usai menerima laporannya, pihak KPK berjanji akan menindaklanjuti sesuai kewenangan berdasar ketentuan yang berlaku.

"Yang tentunya jika ditemukan indikasi , bukti dan unsur korupsi akan diproses sebagaimana mestinya dan jika tidak ditemukan maka akan dihentikan," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement