REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Din Syamsuddin dkk sebagai pemohon uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 mengklaim penyebaran virus corona (Covid-19) tidak termasuk dalam kegentingan memaksa.
Kuasa hukum pemohon, Dewi Anggraini, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (28/4), mengatakan Presiden memiliki hak konstitusional menerbitkan perppu dalam kegentingan yang memaksa.
"Saat ini tidak ada kondisi yang dikategorikan kegentingan memaksa, hanya ada ancaman virus corona. Apakah ancaman virus corona telah dapat ditafsirkan Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa?" kata Dewi Anggraini.
Menurut dia, dalam upaya penanganan Covid-19, telah ada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan sehingga pihaknya menilai sebaiknya tidak dikeluarkan perppu yang juga untuk menangani Covid-19. Din Syamsuddin dkk pun mendalilkan Perppu penanganan Covid-19 tidak memiliki arah yang jelas terkait kegentingan memaksa dari ancaman membahayakan perekonomian nasional atau stabilitas ekonomi.
"Muatan materi dalam perppu untuk keuangan negara terdiri atas enam bab, tetapi tidak ada bab tentang pandemik Covid-19," ujar Dewi.
Persyaratan kegentingan yang memaksa dalam dikeluarkannya perppu pun disebutnya tidak tercermin dari dimensi waktu kegentingan memaksa yang harus ditangani secepatnya. Ada pun hakim konstitusi Aswanto, Daniel Yusmic Foekh dan Wahiduddin Adams memberikan nasihat kepada pemohon agar memperjelas kerugian masing-masing pemohon yang memiliki profesi berbeda-beda. Pemohon diberikan waktu selama dua pekan untuk memperbaiki permohonan itu.