Selasa 28 Apr 2020 18:01 WIB

Disebut Flat, Positif Covid-19 di DKI Masih Tambah 118 Kasus

Total kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta saat ini 3.950 orang.

Petugas medis memeriksa tuna wisma di GOR Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (28/4). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan seluruh GOR di DKI Jakarta untuk menampung tuna wisma salah satunya GOR Ciracas dengan kapasitas sebanyak 100 tempat tidur
Foto: ASPRILLA DWI ADHA/ANTARA/ASPRILLA DWI ADHA
Petugas medis memeriksa tuna wisma di GOR Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (28/4). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan seluruh GOR di DKI Jakarta untuk menampung tuna wisma salah satunya GOR Ciracas dengan kapasitas sebanyak 100 tempat tidur

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Dessy Suciati Saputri, Mimi Kartika

Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo pada Selasa (28/4) menyebut adanya pelambatan jumlah kasus baru Covid-19 di DKI Jakarta. Doni mengklaim pelambatan ini buah dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di ibu kota.

Baca Juga

“Khusus DKI Jakarta perkembangan terakhir kasus positif telah alami perlambatan yang pesat. Dan saat ini telah mengalami flat dan kita doakan semoga tidak terlalu banyak kasus positif yang terjadi,” kata Doni.

Namun, berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta yang menyampaikan perkembangan terkini per 28 April 2020, pelambatan kasus baru sepertinya belum sepenuhnya terjadi. Jika merujuk pada data tiga hari terakhir, tambahan kasus baru positif Covid-19 di Jakarta bisa dibilang fluktuatif.

Berdasarkan data Gugus Tugas, jumlah kasus terkonfirmasi positif di DKI Jakarta per Ahad (26/4) sebanyak 3.798 orang, atau bertambah 114 kasus baru dibanding sehari sebelumnya. Kemudian, pada Senin, total pasien positif Covid-19 di DKI Jakarta tercatat 3.832 orang, atau bertambah meski 'hanya' 34 orang.

Pada hari ini, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia Tatri Lestari mengumumkan total 3.950 orang kasus positif. Itu artinya, terdapat penambahan kasus positif sebanyak 118 orang dalam 24 jam terakhir.

Sebelumnya pada lima hari berturut-turut memang terjadi penurunan sejak Selasa (21/4) penambahan 167 kasus, kemudian Rabu (22/4) terjadi penambahan 120 kasus, Kamis (23/4) penambahan 107 kasus, Jumat (24/4) penambahan 99 kasus, Sabtu (25/4) penambahan 76 kasus, Ahad (26/4) penambahan 65 kasus.

Selain total pasien positif, Dwi juga memaparkan, sebanyak 341 orang (tambahan tiga pasien) dinyatakan telah sembuh. Adapun, jumlah pasien meninggal sebanyak 379 orang (tambahan dua pasien).

“2.024 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit, dan 1.206 orang melakukan self isolation di rumah. Dan sebanyak 1.636 orang menunggu hasil laboratorium,” kata dia, Selasa (28/4).

Sedangkan, untuk orang tanpa gejala (OTG) sebanyak 236 orang. Orang dalam pemantauan (ODP) berjumlah 7.233 orang (7.026 sudah selesai dipantau dan 207 masih dipantau) dan pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 5.499 orang (4.554 sudah pulang dari perawatan dan 945 masih dirawat).

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengemukakan, ada kemungkinan Jakarta keluar dari fase Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam dua pekan ke depan. Dengan catatan, apabila dalam dua pekan ke depan grafik pasien positif Covid-19 mengalami perbaikan dan terus turun

"Namun dengan catatan," kara Anies ketika menghadiri pertemuan bersama sekitar 129 perusahaan multinasional dan asosiasi bisnis secara virtual di Jakarta, Selasa (28/4)

Menurut CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, pola data kasus terkonfirmasi Covid-19 di DKI Jakarta pada empat sampai lima hari terakhir, sudah pada posisi hampir puncak. Akan tetapi, menurut dia, kapan berakhirnya Covid-19 di Ibu Kota belum bisa dipastikan selama kasus di daerah penyangga masih tinggi.

"Kalau kita lihat data Jawa Barat misalnya, kabupaten/kota yang paling banyak kasus positif itu di Depok misalnya, selama di kota penyangga, di Bodetabek kasusnya masih tinggi maka kita tidak bisa pastikan kapan Jakarta ini akan selesai waktunya," ujar Hasanuddin saat dihubungi Republika, Senin (27/4).

Ia mengatakan, dari sisi pertumbuhan harian kasus Covid-19 di Jakarta memang cenderung melambat kendati masih ada beberapa penambahan kasus baru. Secara umum, tren kasus Covid-19 di Jakarta cenderung menurun, selama tidak melampaui rekor peningkatan kasus harian.

Hasanuddin mengatakan, Jakarta masih menjadi episentrum Covid-19 karena per 25 April 2020, 44,2 persen pasien Covid-19 di Indonesia berasal dari Jakarta. Kendati demikian, persentase itu menurun dari sebelumnya mencapai 70 persen.

Ia menjelaskan, penurunan kasus Covid-19 di Jakarta salah satunya efek dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ketika mobilitas orang berkurang, termasuk berkurangnya pergerakan antardaerah di Jabodetabek, membuat kepadatan penduduk juga berkurang.

Sehingga, potensi penyebaran virus corona menjadi berkurang. Selain itu, kata Hasanuddin, sejumlah warga juga sudah ada yang mudik sejak belum diterapkannya PSBB mengurangi penambahan kasus baru Covid-19 di Jakarta.

Namun, ia mengingatkan pemerintah untuk waspada terhadap peningkatan Covid-19 di luar Jakarta. Sebab, beberapa wilayah baik di Pulau Jawa maupun Luar Jawa menunjukkan kenaikan kasus Covid-19 yang cukup signifikan seperti Sulawesi dan Sumatera.

Di sisi lain, sebesar 31 persen kasus Covid-19 secara nasional berasal dari Pulau Jawa selain Jakarta. Penduduk Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah juga lebih banyak dibandingkan Jakarta yang berpotensi adanya penularan Covid-19 yang lebih besar.

"Jadi peluang untuk masih naik itu masih cukup tinggi. Jadi kita harus pandai membedakan antara memang di Jakarta turun ya kecenderungan, tapi secara nasional kita itu masih jauh dari puncak, masih naik terus posisinya," jelas dia.

Hasanuddin juga mengingatkan pemerintah agar tidak melemah dalam menangani Covid-19 saat kasus di Jakarta menurun. Menurutnya, lebih berbahaya ketika penambahan kasus Covid-19 terjadi di luar Jakarta karena ketersediaan fasilitas dan akses kesehatan.

"Pemerintah tidak boleh kendur, enggak boleh bias Jakarta, karena kalau kita lihat apa beberapa kasus terdahulu terlalu bias Jakarta, jadi ketika beres sudah dianggap persoalan selesai. Padahal jauh lebih berbahaya kalau terjadi di luar Jakarta karena fasilitas kesehatannya rendah terus juga akses masyarakat terhadap kesehatan juga jauh-jauh," jelas dia.

Anggota DPD RI atau Senator DKI Jakarta Fahira Idris menilai perlambatan kasus Covid-19 di Jakarta justru harus dibarengi kebijakan memperketat PSBB.

"Jika kasus positif Covid-19 di Jakarta melambat artinya kita harus semakin disiplin. Ini agar ke depan benar-benar tidak lagi ditemukan kasus baru," ujar Fahira, Selasa (28/4).

Menurut dia melambatnya kasus di DKI tersebut harus menjadi momentum bagi Pemerintah untuk semakin memperkuat formulasi PSBB. Pemprov DKI Jakarta harus melakukan kembali evaluasi bagi semua para pemangku kepentingan percepatan penanganan Covid-19.

"Evaluasi ini bertujuan untuk memperkuat lagi berbagai formulasi kebijakan agar ke depan kasus positif Covid-19 tidak hanya flat atau landai tetapi juga mampu menembus nol kasus," terangnya.

photo
Menahan Ledakan Covid-19 Lewat PSBB Jawa dan Larangan Mudik - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement