Ahad 26 Apr 2020 02:13 WIB

Guru Besar UGM: Mudik Bisa Mundurkan Prediksi Akhir Covid-19

Mudik sebabkan laju tambahan kasus sehingga mundurkan prediksi akhir Covid 19

Petugas Satpol PP menghimbau pengendara motor yang berasal dari luar kota saat penerapan pelarangan mudik di Jalur Pantura, Perbatasan Kabupaten Bekasi dengan Karawang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (25/4). Hari kedua penerapan pelarangan mudik di jalur pantura masih banyak pengendara yang memaksakan untuk mudik dan tidak menerapkan jarak sosial
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas Satpol PP menghimbau pengendara motor yang berasal dari luar kota saat penerapan pelarangan mudik di Jalur Pantura, Perbatasan Kabupaten Bekasi dengan Karawang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (25/4). Hari kedua penerapan pelarangan mudik di jalur pantura masih banyak pengendara yang memaksakan untuk mudik dan tidak menerapkan jarak sosial

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada (UGM) Dedi Rosadi menyebutkan bahwa fenomena pulang kampung atau mudik yang berlangsung secara masif dapat memicu akhir pandemi COVID-19 mundur dari perkiraan awal. 

"Menyebabkan perkiraan laju tambahan jumlah kasus disetiap wilayah akan berbeda-beda yang akan mempengaruhi time line dan nilai akhir total prediksi nasional," kata Dedi Rosadi melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Sabtu (25/4).

Baca Juga

Menurut Dedi, fenomena mudik pada Mei 2020 secara masif atau bentuk migrasi lain dari daerah pusat penyebaran, khususnya daerah zona merah sangat berpotensi ditunggangi virus. Oleh sebab itu, pemerintah sejak 24 April 2020 telah mengeluarkan larangan kegiatan mudik.

Larangan itu, kata dia, sejalan dengan upaya pengendalian risiko wabah yang bila ditaati akan menghambat tumbuhnya klaster-klaster penyebaran baru diseluruh Indonesia. "Tumbuhnya klaster-klaster baru perlu dicegah agar wabah tidak mundur lebih lama kebelakang yang berakibat akhir wabah di setiap wilayah akan berbeda-beda," kata Dedi.

Sebelumnya, berdasarkan data pemerintah sampai 26 Maret 2020, pada akhir Maret 2020 lalu, Dedi dan tim telah merilis prediksi sementara akhir pandemi terjadi pada akhir Mei 2020 dengan total penderita positif COVID-19 mencapai 6.174 kasus.

Namun, mengacu dengan data publikasi terbaru pemerintah hingga 23 April 2020, persebaran COVID-19 di Indonesia diprediksi mencapai puncaknya pada Mei 2020 dan kemudian mereda pada akhir Juli 2020 dengan perkiraan proyeksi total penderita positif COVID-19 di angka 31 ribuan kasus.

Prediksi itu menggunakan pemodelan probabilistik dengan dasar data nyata atau probabilistik data-driven model (PDDM), dengan asumsi waktu puncak tunggal. Prediksi tersebut, kata Dedi, bersifat sementara dan diperbaharui berkala sesuai data yang ada untuk prediksi jangka panjang.

Dedi memaparkan setidaknya ada sejumlah hal penting yang harus diwaspadai dalam beberapa waktu ke depan yang berpotensi mengubah time line persebaran virus menjadi lebih cepat atau lebih lambat dari yang diprediksikan.

Selain aktivitas mudik, hal penting lainnya adalah berkaitan usaha untuk mengubah kecepatan penularan melalui pengendalian yang efektif terhadap episentrum penyebaran virus yang telah ada khususnya kelompok provinsi-provinsi zona merah.

"Jika pengendalian tidak berhasil dilakukan maka time-line wabah akan mundur dan jumlah penderita yang lebih besar dari prediksi sementara masih mungkin terjadi," kata dia.

Selanjutnya, menurut dia, berhubungan dengan kondisi di masa yang akan datang terkait konsistensi pengaturan pemerintah. Lebih dari itu hal yang jauh lebih penting adalah bagaimana tingkat kepedulian dan kewaspadaan masyarakat terhadap imbauan pemerintah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement