Sabtu 25 Apr 2020 15:06 WIB

Ketika Rasulullah Berada di Persimpangan Rasa Takut

Kita seringkali percaya Allah sepenuh hati, tetapi meninggalkan logika tawakal.

Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto:

Kita seringkali merasa tengah mempercayai Allah sepenuh hati, tetapi meninggalkan logika tawakal dalam upaya manusiawi kita. Kita sering meminta pertolongan Sang Khalik tanpa mengupayakan mukadimah usaha dan keringat kita sendiri sebagai makhluk.

Kita kerap yakin Allah bersiap di belakang kita dan sewaktu-waktu akan membela kita tanpa menajamkan senjata ikhtiar kita, tanpa memperbaiki aktivitas dan amal fisikal kita, tanpa menyortir strategi dan taktik terbaik kita. Muhammad ﷺ tentu telah melampaui diri kita yang kerap lengah.

Mengerti bahwa kondisi shalat membuka celah tusukan serangan musuh, beliau ﷺ galau. Tak mungkin ia melakukan shalat seperti shalat mereka di waktu normal. Hingga turunlah Malaikat Jibril di antara Shalat Zhuhur dan Ashar, memberikan jawaban Allah atas rasa khawatirnya, “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka.” (4)

Jawaban itu terasa melegakan. Datang di waktu yang begitu tepat. Ketika waktu salat tiba, Rasulullah ﷺ memerintahkan para sahabatnya menyandang senjata, lalu membariskan mereka di belakangnya menjadi dua shaf –dua kelompok yang berjaga bergantian tanpa membatalkan shalat mereka.

Instruksinya persis seperti apa yang diberitakan Jibril, “…Hendaklah sekelompok dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat bersamamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.”

Meski dua kelompok bergantian berjaga, mereka menyesaikan shalat dengan salam bersama-sama. Kita kemudian mengenalnya sebagai shalat khauf –tata cara shalat yang begitu rinci dijelaskan Allah dalam firman-Nya ketika tata cara shalat lain tak mendapat panduan segamblang ini.

Bukan sekali saja Rasulullah ﷺ menjalankan Shalat Khauf. ini dua kali; sekali di Asfan, dan yang lainnya di tanah tempat orang-orang Bani Sulaim. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mencatat Abu Ayyas Az Zuraqiy menceritakan Rasulullah ﷺ melakukan shalat sejenis itu dua kali. Sekali di Asfan, sekali lagi di daerah Bani Sulaim.

Peristiwa ini mengembalikan kejernihan berpikir kita dalam tataran manusiawi sekaligus spirit ketuhanan yang penuh. Tak ada yang perlu dipertentangkan antara kekhawatiran fisikal dan ketundukpasrahan kita kepada Allah. Kita selalu ada di persimpangan rasa takut.

Satu jalan menuju ketakutan kita kepada materi dunia: sakit, mati, kalah, gagal, rugi, lepas, jatuh. Satu jalan lagi menuju ketakutan kita kepada immaterialitas Allah: takwa. Ketika memilih hanya salah satunya adalah keterjebakan, kita perlu menyadari diri bahwa jalan kita haruslah resultan dari kombinasi keduanya: takwa dan ikhtiar, niat mulia dan doa-doa yang melesat ke langit.

CATATAN KAKI

(1) Diceritakan dalam sebuah hadits Riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, dan Imam Bukhari tentang shalat

khauf.

(2) Lihat QS Al Anfal 12

(3) Lihat QS Al Anfal 17

(4) Lihat QS An Nisa 102

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement