Kamis 23 Apr 2020 08:02 WIB

Pesan Walhi Jika Pandemi Covid-19 Berakhir

Covid-19 memberikan pelajaran bagi manusia bahwa ada jeda yang harus dilakukan.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Anggota Walhi, Yuyun Harmono
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Anggota Walhi, Yuyun Harmono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis yang tengah melanda penjuru dunia akibat virus Covid-19 memaksa manusia untuk mengurangi aktivitas, terutama berkaitan dengan transportasi. Bahkan, sejumlah kota di belahan dunia, menerapkan lockdown demi mencegah penyebaran virus tersebut. Hasilnya, selain mampu menghentikan penyebaran virus, juga berdampak baik terhadap bumi.

Manager Kampanye Iklim Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Yuyun Harmono mengatakan, peristiwa memberikan pelajaran bagi manusia bahwa ada jeda yang harus dilakukan. Memang, krisis ini berdampak buruk tapi juga ada dampak turunan yang dapat dirasakan.

"Misalnya lingkungan menjadi lebih bersih, udara di jakarta menjadi lebih bersih," kata Yuyun saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (22/4).

Selain itu, kata Yuyun, emisi dari gas ruang juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim. Maka, tidak bisa lagi kembali kepada model-model lama bahkan setelah pandemi Covid-19 berkahir. Seperti pengurangan bahan bakar fosil, baik minyak, gas juga batubara.

Maka, jika hal itu tidak dilakukan, sama saja menabung untuk bencana iklim yang selanjutnya. "Jadi itu yang harus kita refleksikan harus ada pembaharuan," tegas Yuyun.

Dikatakan Yuyun, persoalan lingkungan adalah soal perubahan iklim. Tentu saja harus dilakukan oleh banyak layer, misalnya perubahan perilaku individu, seperti menghemat air, menghemat listrik, dan seterusnya.

Tapi juga ada perubahan yang sifatnya struktural, artinya harus ada perubahan paradigma kebijakan pembangunan pemerintah. Hal itu untuk melihat bahwa lingkungan merupakan bagian penting yang harus juga diurus. 

"Selama ini paradigmanya lebih berat kepada sektor ekonomi, sehingga dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini aspek ekonominya menjadi lebih besar. Padahal, ada aspek-aspek lingkungan yang harus diperhatikan," tutur Yuyun.

Maka, lanjut Yuyun, esensi dari peringatan 50 tahun Hari Bumi adalah untuk mendorong supaya isu lingkungan hidup menjadi isu utama. Isu tersebut menjadi panglima dalam proses pembangunan bukan hanya menjadi embel-embel.

Sebab, setelah pandemi Covid-19 berlalu, manusia masih menghadapi persoalan besar lainnya, yaitu soal dampak dari perubahan iklim. Apalagi, menurut Yuyun, jika dilihat dari sejarahnya, penularan penyakit-penyakit zoonosis berasal dari alam dan inangnya dari satwa terus penyebarannya beralih ke manusia.

Tentu saja itu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kerusakan alam. Kemudian jika rumah bagi satwa itu dirusak akibat dari ekspansi atau ekploitasi penggundulan hutan secara luas, mereka akan keluar dari rumah dan berinteraksi dengan manusia.

"Itu akan jadi penyebab awal terjadinya zoonosis. Seharusnya menjadi warning buat kita bahwa dalam kondisi krisis kesehatan dan pandemi seperti sekarang, kita juga harus melihat faktor-faktor lingkungan," kata Yuyun mengingatkan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement