Senin 20 Apr 2020 16:43 WIB

MHKI Minta Pemerintah Segera Ganti Pembiayaan Pasien Covid

Sampai saat ini pemerintah belum mengganti pembiayaan pasien Covid-19 yang dirawat.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah pengunjung memasuki ruangan instalasi paru tempat isolasi seorang pasien suspect COVID-19 dirawat dan seorang pasien dalam pengawasan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dumai di Dumai, Riau, Rabu (11/3/2020).
Foto: Antara/Aswaddy Hamid
Sejumlah pengunjung memasuki ruangan instalasi paru tempat isolasi seorang pasien suspect COVID-19 dirawat dan seorang pasien dalam pengawasan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dumai di Dumai, Riau, Rabu (11/3/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) mengatakan, sampai saat ini pemerintah belum mengganti pembiayaan pasien virus corona (Covid-19) yang dirawat di rumah sakit maupun di fasilitas kesehatan pertama (FTKP). Beberapa rumah sakit akhirnya terpaksa memungut biaya dari pasien termasuk pasien tergolong tidak mampu. Dia pun meminta pemerintah segera ganti pembiayaan tersebut.

"Sampai saat ini pembiayaan pasien Covid-19 di rumah sakit maupun di FKTP belum mendapat penggantian dari pemerintah. Sehingga, saya minta pemerintah segera menggantinya. Beban rumah sakit dan FKTP selama wabah corona cukup berat. Bahkan, beberapa rumah sakit akhirnya terpaksa memungut biaya dari pasien termasuk pasien tergolong tidak mampu," kata Ketua Umum DPP MHKI Mahesa Paranadipa Maikel kepada Republika, Senin (20/4).

Dia menjelaskan,  terdapat surat edaran dari Dirjen Pelayanan Kesehatan no.1118 tertanggal 9 April 2020 yang berisi himbauan untuk tidak praktek rutin kecuali emergensi. Dengan begitu, pemasukan fasilitas kesehatan khususnya rumah sakit dari klaim ke BPJS Kesehatan maupun dari pasien umum menurun drastis. 

Lalu, bagi FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak memiliki banyak pengaruh karena ditopang dengan dana kapitasi. Yang menjadi permasalahan di FKTP adalah belum jelasnya mekanisme klaim pelayanan pasien Covid-19.

Dikatakannya, terdapat rumah sakit yang mewajibkan setiap pasien tidak hanya pasien suspek untuk dilakukan pemeriksaan rapid test maupun PCR. Hal ini tentunya makin memberatkan pasien ketika ingin mendapatkan layanan di rumah sakit.

Berdasarkan aturannya, pasien jaminan BPJS Kesehatan jika keluhan sakitnya tidak berkenaan dengan Covid-19, seharusnya tidak dibebankan biaya tambahan karena dijamin dengan dana JKN.

"Permasalahan pembiayaan ini harus segera diatasi karena mengingat semakin bertambahkan kasus Covid-19, maka kemampuan rumah sakit dan FKTP harus dijaga agar tetap bisa melayani masyarakat. Selain itu, perlindungan bagi seluruh petugas kesehatan harus juga diperhatikan dengan serius," kata dia. 

Menurut dia, jika rumah sakit tidak lagi mampu membayar gaji dan jasa medik, maka dikhawatirkan pelayanan akan terhenti. Sehingga, tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah harus benar-benar dijalankan.

"Saya mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan. Lebih baik di rumah jika tidak ada hal penting di luar rumah dan gunakan masker jika ke luar rumah," kata dia.

Sebelumnya diketahui, sejak WHO menetapkan penyakit Covid-19 sebagai status pandemi pada (11/4) seluruh dunia bereaksi cepat untuk mencegah penularan di negaranya. Indonesia sendiri melaporkan kasus pertamanya pada (2/4). Dan disebabkan angka penularan di Indonesia semakin bertambah, pada (31/4) Presiden menerbitkan Keputusan Presiden No. 11 tahun 2020 yang menetapkan Covid-19 sebagai status kedaruratan kesehatan nasional.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam melakukan langkah-langkah penanggulangan telah menunjuk 132 rumah sakit sebagai rujukan perawatan Covid-19. Dalam perkembangannya, pemerintah daerah juga menambah rumah sakit yang dapat melayani Covid-19. 

Namun, dengan semakin bertambahnya daerah dengan transimis lokal, mau tidak mau hampir seluruh fasilitas kesehatan baik itu FKTP maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKTRL) telah menangani pasien-pasien yang masuk kriteria Pasien Dalam Pengawasan (PDP) ataupun baru memeriksa Orang Dalam Pemantauan (ODP).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement