REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Cyrus Network menunjukkan sebagian besar pekerja dan pencari kerja di Indonesia cenderung tidak menolak RUU Cipta Kerja yang sedang dirancang DPR dan pemerintah. Hal ini terlihat dari tingginya angka persetujuan para pekerja dan pencari kerja terhadap maksud dan tujuan dari RUU Cipta Kerja.
Guru Besar Statistika IPB Khairil Anwar Notodiputro mengatakan, sebanyak 86 persen pekerja dan pencari kerja menyatakan setuju RUU Cipta Kerja dimaksudkan untuk menciptakan pekerjaan seluas-luasnya. Khusus pada pencari kerja, persetujuan mencapai 89 persen.
Pekerja dan pencari kerja juga setuju RUU ini ditujukan untuk memperbaiki regulasi yang menghambat investasi (82,2 persen setuju), mempermudah perizinan berusaha (90,2 persen setuju), serta mempermudah pendirian usaha UMK (86,4 persen setuju). Pekerja dan pencari kerja juga memberikan persetujuan yang sangat tinggi pada beberapa regulasi baru yang diatur oleh RUU Cipta Kerja.
"Sebanyak 95,4 persen setuju dalam regulasi baru nantinya; di samping pemberian pesangon, perusahaan wajib memberikan penghargaan lain sesuai dengan masa kerja pekerja," ungkap Anwar kepada Republika.co.id, Ahad (19/4).
Anwar melanjutkan, para pekerja dan pencari kerja juga memiliki pendapat yang positif terhadap RUU Cipta Kerja. Sebanyak 81,2 persen responden percaya RUU ini nantinya dapat mendorong produktivitas pekerja. Menurut hasil survei, RUU ini juga dianggap pro pertumbuhan ekonomi (64 persen), pro penciptaan lapangan kerja (72 persen), pro investasi (83,5 persen) serta pro UMK (58,9 persen).
"Kendati mendapat persetujuan yang tinggi dan pendapat yang positif, RUU Cipta Kerja masih memiliki tantangan terkait isu negatif dan rumor yang berkembang," kata Anwar.
Meski yang tidak percaya lebih banyak (55,1 persen) namun masih ada 41,1 persen responden yang masih percaya bahwa RUU Cipta Kerja bisa membuat pekerja bisa dikontrak seumur hidup. Sebanyak 36,5 persen responden juga masih percaya RUU ini bisa membuat pengusaha bisa memberhentikan karyawan kapanpun (62 persen responden tidak percaya).