Ahad 19 Apr 2020 04:13 WIB

Pakar: Presiden Harus Tata Ulang Staf Khusus

Penataan ulang agar tidak terjadi overlapping dengan tugas-tugas kementerian.

Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Maruf.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Maruf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Dr Fahri Bachmid SH MH, menyarankan keberadaan Staf Khusus Presiden perlu ditata kembali. Hal itu agar tidak terjadi overlapping dengan tugas-tugas kementerian negara atau struktur pemerintahan konvensional yang ada.

"Desain kelembagaan maupun pola hubungan tata kerja harus diletakkan dalam bingkai kaidah-kaidah ketatanegaraan sesuai sistem pemerintahan presidensia, agar semua sumber daya resourcing yang ada dapat berdaya guna dan berhasil untuk kepentingan kesejahteraan bangsa dan negara," ujar Fahri, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (18/4).

Baca Juga

Ia mencontohkan tindakan Stafsus Presiden Andi Taufan Garuda Putra yang mengirim surat berlogo Sekretariat Kabinet Republik Indonesia kepada camat seluruh Indonesia terkait penanggulangan pandemik wabah virus corona atau Covid-19. "Surat Stafsus Presiden (Andi Taufan Garuda Putra) itu bercorak trading in influence atau perdagangan pengaruh serta berpotensi malaadministrasi," ujarnya.

Jika dilihat dari prosedur dan teknis ketatanegaraan terkait dengan mekanisme kerja pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensial, menurut dia, surat serta pola korespondensi semacam yang ditulis Stafsus Andi Taufan tersebut tidak dikenal dalam nomenklatur administrasi pemerintahan negara. Hal ini sebagaimana diketahui dalam desain konstitusional mengenai sistem pemerintahan Indonesia.

Dalam ketentuan pasal 4 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan dalam ayat (1) bahwa presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Ayat (2) menyatakan bahwa dalam melakukan kewajibannya, presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden. Untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara, presiden dibantu oleh menteri-menteri yang memimpin kementerian negara, sebagaimana ketentuan pasal 17 ayat (1), (2), (3) dan (4) UUD NRI Tahun 1945.

"Dengan demikian maka jelas konstruksi kekuasaan pemerintahan negara sebagaimana diatur dalam sistem ketatanegaraan sesuai desain konstitusional yang berlaku saat ini. Untuk kepentingan yang lebih teknis dan operasional pembentukan kementerian negara sesuai perintah konstitusi (ekspresif verbis) maka dibentuk UU Nomor 39/2008," katanya.

Fahri menjelaskan, secara normatif pengaturan organisasi serta tugas dan kewenangan organ kekuasaan pemerintahan negara secara positif telah diatur sedemikian rupa dalam sistem pemerintahan presidensial di negara ini. Kedudukan lembaga kepresidenan sesuai tugas kepala negara berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 memang sangat vital dan strategis. Pasalnya, presiden memegang kekuasaan pemerintahan negara menurut UUD.

"Dengan dasar itu maka sangat komprehensif serta substansial kekuasaan presiden itu sehingga telah menjadi tradisi kekuasaan negara bahwa setiap presiden selalu membutuhkan serta mengangkat berbagai staf dukungan keahlian dari berbagai piha, dan untuk kepentingan itu," kata dia.

Karena itu, ia menyatakan, disusunlah Perpres Nomor 17/2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden, sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 39/2018. Ketentuan perpres tersebut, menurut Fahri, jelas mengatur bahwa Stafsus Presiden adalah lembaga nonstruktural yang dibentuk untuk kepentingan memperlancar pelaksanaan tugas presiden, melaksanakan tugas tertentu di luar tugas-tugas yang sudah diberikan oleh UU kepada kementerian serta instansi pemerintahan konvensional.

Berdasarkan Perpres Nomor 39/2018, staf khusus tugasnya dikoordinasikan dan diberikan dukungan administrasi oleh dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Kabinet. Selain itu, stafsus bersifat operasional, yaitu melekat 24 jam bersama presiden.

Dengan demikian, menurut dia, Stafsus Presiden berbeda kedudukannya dengan Dewan Pertimbangan Presiden, Unit Kerja Presiden, atau Kantor Staf Presiden. Secara yuridis, eksistensi stafsus lebih bersifat supporting system kerja presiden.

Sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 20 perpres tersebut yang menyebutkan bahwa Staf Khusus Presiden dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi yang baik dengan instansi pemerintah.

"Artinya, jika memang bermaksud untuk melakukan koordinasi dengan struktur aparat pemerintahan dengan tujuan khusus untuk penanganan Covid-19 maka Stafsus Presiden wajib berkoordinasi dengan Mendagri untuk urusan camat dan sebagainya atau gugus tugas Covid-19 yang memang diberikan mandat khusus untuk itu," ujarnya.

Pasalnya, Fahri menegaskan, UU tidak memberikan kewenangan apa pun bagu Stafsus Presiden dalam melakukan sebuah tindakan jabatan. Selain itu, Stafsus Presiden tidak diperlengkapi dengan instrumen pengambilan kebijakan dan keputusan pemerintahan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement