Selasa 14 Apr 2020 04:04 WIB

Menunggu Ketegasan Negara Melawan Covid-19

Pemerintah semestinya tegas dan konsisten dalam kebijakan melawan Covid-19.

Agus Yulianto
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agus Yulianto*)

Masih ingatkah kita pada peristiwa gempa bumi yang terjadi di Samudra Hindia pada 2004 lampau? Ya, gempa dasyat pada pukul 08.58 waktu setempat, 26 Desember itu, episentrumnya terletak di lepas pantai barat Sumatra (Banda Aceh) Indonesia. Guncangan gempa tersebut berskala 9,1–9,3 dalam skala kekuatan moment dan IX dalam skala intensitas Mercalli.

Dan dampak dari mahadasyatnya guncangan gempa ini, telah menimbulkan gelombang tsunami di Samudra Hidia yang mengarah ke daratan (permukiman penduduk) yang kemudian diketahui mampu merenggut sedikitnya 280 ribu jiwa meninggal dan hilang. Sedangkan kerugian material lainnya mencapai triliuan rupiah. Itu baru yang terdampak untuk Indonesia, belum lagi menghitung hal yang sama pada negara-negara tetangga lain, yang terdampak gelombang tsunami. Innalillahi.... 

 

Kini, 15 tahun berselang. Atau pada sekitar 31 Desember 2019, kasus yang menghebohkan dunia, kembali terjadi. Namun, penyababnya kali ini, bukan karena gempa bumi mahadasyat yang menimbulkan gelombang tsunami. Tetapi, peristiwa kali ini justru disebabkan oleh virus super-super mungil berukuran 100 nanometer, bernama Covid-19. Namun, dampak yang ditimbulkannya hampir menyerupai gelombang tsunami Aceh.

 

Ya, virus itu bernama corona. Virus ini terdeteksi untuk pertama kalinya di Wuhan, China seperti yang dilaporkan ke WHO. Virus corona baru yang disebut-sebut sebagai penyebab Covid-19 ini, telah menjadi momok menakutkan bagi dunia, tak terkecuali Indonesia. Betapa tidak, dengan cara kerja virus yang masif itu, telah merenggut banyak nyawa dan penyebarannya yang sangat cepat, dari satu negara ke negara lainnya di seluruh dunia.

Berdasarkan data yang dilansir dari Hopkins University,  Senin (13/4), jumlah kasus virus corona yang telah dikonfirmasi di seluruh dunia sebanyak 1.846.680 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, terkonfirmasi sebanyak 114.090 pasien (6,18 persen) meninggal dunia. Sedangkan jumlah pasien sembuh telah mencapai 421.722 orang (22,84) persen, sisanya masih dalam perawatan.

Sementara jumlah kasus terbanyak saat ini, terjadi di Amerika dengan lebih dari 500 ribu kasus, disusul kemudian oleh Spanyol, Italia, Perancis, dan Jerman. Adapun kasus kematian tertinggi juga masih dicatatkan di Amerika, disusul Spanyol dan Italia. Sementara, untuk jumlah pasien sembuh terbanyak sejauh ini dicatatkan oleh Spanyol, yaitu sebanyak lebih dari 62.000 pasien.

Di Indonesia sendiri, dari data Kemenkes pada 11 April 2020, menyebutkan sebanyak 3.842 orang positif corona. Dari jumlah itu, sebanyak 3.220 pasien dalam perawatan, 286 pasien sembuh dan 327 orang meninggal dunia.

Pemerintah masing-masing negara pun mengalokasikan anggaran yang tidak sedikit untuk penanganan wabah Covid-19 ini. Indonesia berencana menggelontorkan Rp 405,1 triliun atau 2,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).  Total anggaran tersebut, kata Presiden Jokowi, akan dialokasikan untuk empat hal. Yaitu untuk belanja bidang kesehatan Rp 75 triliun, perlindungan sosial Rp 110 triliun, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat Rp 70,1 triliun, dan Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Bahkan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani pun mengatakan, pemerintah akan berusaha mengamankan keuangan negara dari krisis akibat Covid-19. “Kami akan mati-matian mencegah tidak terjadi krisis keuangan yang bisa mengubah penghitungan dengan memperkuat koordinasi, agar defisit bisa lebih kecil,” katanya.

Sementara Singapura, Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat juga telah memutuskan untuk menambah anggarannya dalam penanganan Covid-19. Singapura sebesar 59,9 miliar dolar Singapura (setara Rp 688,85 triliun). Jerman bersiap mengalokasikan Rp 13.125 triliun, Jepang Rp 16.308 triliun, dan Amerika Serikat tak ketinggalan dengan Rp 32.800 triliun.

Ya, setelah terdeteksi pertama kali di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada Desember 2019, virus korona dengan nama resmi SARS-Cov-2 ini dengan cepat menyebar ke lebih dari 185 negara dan wilayah di seluruh dunia. ‘Gelombang tsunami’ jilid dua ini masih akan terus memangsa korbannya.

Apalagi, bila aturan dan seruan yang dibuat oleh pemerintah masing-masing negara dengan cara me-lockdown wilayahnya, tidak dipatuhi oleh warganya. Maka, jangan harap bila kasus ini akan segera hilang.

Ini yang kita khawatirkan bersama menyangkut penanganan Covid-19 di Tanah Air. Pemerintah terlihat gamang menangani wabah Covid-19. Hingga kini, korban masih terus berjatuhan, bahkan hampir seluruh daerah Nusantara, sudah terpapar virus corona. Sudah saatnya, pemerintah tidak main-main dalam menangani kasus ini. Pemerintah tidak lagi melakukan tindakan-tindakan kompromistis dalam upaya pengendalian Covid-19.

Pemerintah harus lebih fokus serta mengutamakan keselamatan dan nyawa warga negeranya, ketimbang hal-hal lainnya.  Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak ada gunanya, jika protokol kesehatan dilanggar dengan menerbitkan aturan lainnya. Optimalkan, peran dan fungsi tim gugus tugas yang sudah dibentuk. Tingkatkan koordinasi dan komunnikasi antarpemangku kepentingan, guna mencapai target yang ditetapkan. Jangan membuat aturan sendiri-sendiri, yang justru akan menambah runyam penanganan wabah Covid-19 di Tanah Air.

Dengan demikian, semoga gelombang tsunami Covid-19 ini tidak semakin mewabah. Masyarakat pun bisa kembali beraktivitas seperti hari-hari sebelumnya, normal, aman, nyaman dan tak dihinggapi rasa takut dan stres akibat wabah Covid-19 ini. Semangat!

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement