Sabtu 11 Apr 2020 14:30 WIB

Bukan dari Gempa, Asal-usul Dentuman Masih Belum Diketahui

BMKG menyebut gempa yang terjadi Jumat malam tidak signifikan menyebabkan guncangan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Erupsi Gunung Anak Krakatau, Jumat.
Foto: Kementerian ESDM
Erupsi Gunung Anak Krakatau, Jumat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono merespons pertanyaan soal adanya dentuman yang terdengar pada Sabtu (11/4) dini hari di beberapa wilayah DKI Jakarta. Namun,  asal-usul suara dentuman itu belum juga dipastikan.

Rahmat Triyono menjelaskan bahwa pada Jumat (10/4) malam sekitar pukul 22.59 WIB sempat terjadi gempa bumi dengan magnitudo yang menurut BMKG tidak signifikan, yakni 2,4. Gempa ini terjadi di koordinat 6,6 derajat lintang selatan dan 105,14 derajat bujur timur dengan jarak 70 kilometer arah barat daya Gunung Anak Krakatau dengan kedalaman 13 kikometer.

"Dan kami yakini tidak ada laporan dari masyarakat terkait dengan adanya guncangan gempa ini dan tentunya bahwa dentuman yang didengar atau didengar oleh banyak masyarakat di sekitar Jakarta kami yakini bukan juga disebabkan oleh aktivitas gempa tektonik dengan magnitudo 2,4," kata dia dalam keterangan Video BMKG pada Sabtu (11/4).

Rahmat tak menjelaskan lebih lanjut dari mana dentuman yang didengar oleh masyarakat itu berasal. Ia hanya menjelaskan, BMKG terus memonitor aktivitas anak Gunung Krakatau.

Sejauh ini, BMKG memastikan tidak ada potensi tsunami dari erupsi Gunung Krakatau yang terjadi pada Jumat (10/4) malam. "Sekiranya ada hal yang sangat signifikan dan berdampak tsunami, tentunya kami dari pusat gempa bumi dan tsunami akan segera menyampaikan peringatan tsunami bilamana aktivitas anak Gunung Krakatau tersebut memang terdapat tsunami," kata Rahmat.

Pakar vulkanologi, Surono, menduga dentuman yang terdengar di sejumlah daerah Jakarta terkait Gunung Anak Krakatau (GAK). Ia menyebut, suara dentuman yang terdengar pada Sabtu (11/4) dini hari tersebut muncul berbarengan dengan erupsi Anak Krakatau.

Surono menjelaskan, sebagai gunung api muda, Anak Krakatau kerap meletus atau erupsi. Erupsi tersebut terjadi agar gunung api muda menjadi tinggi dan besar.

"Seperti anak-anak, harus dinamis, Gunung Anak Krakatau (GAK) mengikuti hukum atau kodrat alam, sering meletus seperti dahulu, pernah satu tahun tidak berhenti, guna membangun tubuhnya supaya tinggi dan besar," kata Surono saat dihubungi Republika pada Sabtu (11/4).

Mantan kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini mengkakui dirinya tak memiliki sumber pasti dari dentuman yang terdengar. Namun, dentuman itu terjadi saat Anak Krakatau erupsi. Ia menduga, dentuman itu terdengar karena rambatan suara yang bergantung pada tekanan udara.

"Malam hari yang sepi. Semua mengisolasi diri. Suara deru kendaraan lenyap terimbas corona. Maka tidak salah, dentuman GAK membahana, mengusir sepi. Itulah alam," ujar dia.

Dentuman diketahui terdengar di beberapa wilayah DKI Jakarta pada Sabtu (11/4) dini hari. Dentuman itu terdengar berulang-ulang selama beberapa jam setelah erupsi Gunung Anak Krakatau. Namun, di wilayah Banten yang lebih dekat dengan Krakatau, dentuman dilaporkan tak terdengar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement