Rabu 08 Apr 2020 14:08 WIB

Infeksi Simultan, DBD Bisa Sebabkan False Positive Covid-19

Kemenkes mewaspadai kasus infeksi oleh virus corona dan DBD secara simultan.

Seorang pasien anak penderita DBD menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (6/4). (ilustrasi)
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Seorang pasien anak penderita DBD menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (6/4). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Arie Lukihardiati

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengimbau masyarakat di Indonesia agar mewaspadai koinfeksi atau infeksi simultan oleh Covid-19 dengan Deman Berdarah Dengue (DBD). Kemenkes telah meminta seluruh rumah sakit agar melaporkan apabila ada temuan pasien DBD sekaligus positif terjangkit virus corona.

Baca Juga

"Kalau sekarang laporannya memang belum ada, tapi kita wajib waspada," kata Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Selasa (7/4).

Beberapa waktu lalu di Sukabumi, Jawa Barat sempat ada berita seorang anak terkena DBD sekaligus positif Covid-19. Namun, setelah Kemenkes mengonfirmasi kebenarannya ternyata hanya dugaan saja sebab bukan hasil swab.

"Sampai sekarang laporan resmi belum, kita tidak tahu apakah nanti pemeriksaannya sudah lebih banyak akan lebih bisa melihat data," ujar Nadia.

Untuk mewaspadai koinfeksi tersebut, Kemenkes telah meminta seluruh rumah sakit agar melaporkan apabila ada temuan pasien DBD sekaligus positif Covid-19. Nadia mengatakan, seseorang bisa terserang DBD namun tanpa sadar sebenarnya sudah terinfeksi Covid-19. Apalagi, masa sebelum muncul gejala virus corona lebih panjang yaitu mencapai 14 hari.

"Karena ada informasi dari Singapura bahwa DBD itu bisa menyebabkan false positive Covid-19," katanya.

Mengingat kedua penyakit tersebut disebabkan oleh virus yang hingga kini belum ada obatnya, masyarakat diminta untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Beberapa upaya yang bisa dilakukan yaitu olahraga di rumah, makan bergizi termasuk pula rajin menguras bak penampung air.

Berdasarkan data Kemenkes, tren kasus DBD saat ini masih naik dengan sedikitnya 254 jiwa meninggal dunia bersamaan dengan terjadinya pandemi Covid-19. Berdasarkan data per 6 April 2020, Provinsi Jawa Barat memiliki kasus tertinggi dari daerah lainnya, yakni 6.337 kasus. Setelah itu disusul Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan 4.524 kasus.

Secara keseluruhan, tercatat 40.856 kasus yang tersebar di sejumlah provinsi dengan 260 kasus kematian. Dari jumlah korban meninggal dunia, paling tinggi berada di NTT yaitu 48 kasus disusul Jawa Barat 33 kasus dan Jawa Timur 26 kasus.

Selain itu, Kemenkes juga mencatat 10 kabupaten dan kota dengan kasus DBD tertinggi. Pertama, Kabupaten Sikka sebanyak 1.572 kasus, Kabupaten Buleleng 883 kasus, Kota Bandung 835 kasus, dan Kabupaten Ciamis 652 kasus. Selanjutnya, Kabupaten Pringsewu 694 kasus, Kabupaten Lampung Tengah 603 kasus, Kabupaten Belu 569 kasus, Kota Kupang 578 kasus, Kabupaten Malang 587 kasus, dan Lampung Timur 474 kasus.

Masih tingginya tren DBD, kata Nadia, juga disebabkan oleh faktor cuaca. Apalagi, saat ini misalnya di Jakarta pergantian ke musim kemarau belum sampai di puncaknya.

"Jadi panasnya belum masuk ke musim yang panas sekali dan hujannya juga tidak masuk musim hujan sekali," ujar dia.

Kemenkes mengingatkan masyarakat untuk  tidak terlambat datang ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas jika mengalami gejala DBD. Kecepatan waktu dibutuhkan untuk segera mendapatkan penanganan medis.

"Perhatikan gejala DBD, jangan terlambat ke RS, bila ada gejala demam tinggi tiga hari tanpa sesak atau batuk, atau suara sesak. Perhatikan adakah bintik-bintik merah atau gusi berdarah, atau mimisan sebagai tanda awal DBD," kata Nadia.

In Picture: Pengasapan Antisipasi Wabah Demam Berdarah di Pasar Minggu

photo
Petugas Puskesmas Pasar Minggu melakukan pengasapan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (12/3). - (Republika/Putra M. Akbar)

Kasus di Jabar

Provinsi Jawa Barat (Jabar) menempati urutan pertama dalam jumlah kasus DBD pada tahun ini. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jabar Berli Hamdani Gelung Sakti, berdasarkan data kasus DBD sampai dengan awal April 2020 tercatat 6.259 penderita. Yakni, pada Januari ada 1.965 penderita, Februari 2.080 penderita, Maret 1.875 penderita dan April minggu pertama sebanyak 339 penderita.

"Untuk kasus kematian Januari 20 orang, Februari 12 orang dan Maret 1 orang sehingga total kematian DBD di Jabar sebanyak 33 orang," ujar Berli, kepada wartawan, Rabu (8/4).

Keberhasilan pengendalian penyakit di Jabar, kata dia, baru akan terwujud kalau masyarakat berkontribusi aktif. Misalnya untuk DBD, masyarakat menerapkan PSN Mandiri dengan 3M plus plus.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengingatkan warga untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) seiring dengan demam berdarah dengue (DBD) yang mulai meningkat di tengah masyarakat saat ini.

Menurut Ridwan Kamil, kewaspadaan terhadap DBD jangan sampai tertutup dengan isu wabah Covid-19 yang saat ini tengah merebak dan sudah ada di Indonesia.

photo
Infografis Demam Berdarah Dengue - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement