REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta akses layanan informasi publik di badan publik harus tetap berjalan seiring dengan kebijakan kerja di rumah atau "work from home" (WFH), dengan mengedepankan skema pelayanan melalui media daring.
"Meski diberlakukan kebijakan WFH di masa Darurat Kesehatan Masyarakat atau PSBB, akses layanan informasi publik di badan publik harus tetap berjalan tentu dengan skema pelayanan informasi dengan mengedepankan pelayanan melalui media daring," kata Ketua KIP Gede Narayana dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin (6/4).
Menurut dia, KIP telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 02/2020 tentang Pedoman Pelayanan Informasi Publik Dalam Masa Darurat Kesehatan Masyarakat akibat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
SE tersebut, kata dia, ditujukan kepada Gugus Tugas COVID-19, Menteri Kesehatan, dan badan publik (BP) di tingkat pusat dan daerah lainya untuk dijadikan pedoman dalam memberikan pelayanan informasi publik selama masa Darurat Kesehatan Masyarakat atau PSBB.
Menurut Gede, SE itu perlu untuk memberi pedoman dan kepastian kepada badan publik dan Gugus Tugas COVID-19 di lapangan dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat, sebab sejak penyebaran virus tersebut banyak informasi hoaks dan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan beredar sehingga membingungkan masyarakat.
Ia menyebutkan, di antara poin penting SE KIP tersebut, yakni memberi panduan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Menteri Kesehatan, gubernur, bupati atau wali kota dan instansi pemerintah lain terkait penanganan darurat kesehatan akibat virus corona agar menginformasikan jenis penyakit, persebaran, daerah yang menjadi sumber penyakit dan pencegahannya.
Berikutnya, kata dia, secara ketat dan terbatas menginformasikan penyebaran corona dengan tetap melindungi data pribadi orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), pasien positif COVID-19, dan orang-orang yang dinyatakan telah sembuh oleh pihak yang berwenang.
Adapun data pribadi yang dimaksud, terdiri atas nama, alamat rumah, nomor telepon dan sebagainya, yang dapat mengungkapkan identitas pribadi yang bersangkutan.
"Data pribadi dapat digunakan oleh pemerintah untuk mitigasi penyebaran dan penanganan COVID-19. Namun demikian, tidak boleh dipublikasikan kecuali disetujui oleh yang bersangkutan, keluarga inti atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan," katanya.