REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri akan menindak tegas oknum-oknum yang melakukan penyimpangan, seperti melakukan korupsi dana bencana untuk penanganan pandemi virus corona (Covid-19). Polri menegaskan terus memonitor penyaluran dan penggunaan bantuan serta dana bencana Covid-19 di setiap daerah.
"Kalau ada penyimpangan seperti korupsi kami akan tindak secara tegas. Bisa dikenakan pasal terkait korupsi. Kami memonitor pelaksanaan tersebut di setiap wilayah dan mengedukasi kepada Pemda untuk dilaksanakan dengan baik sesuai aturan yang ada," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono saat dihubungi Republika.co.id, Senin (6/4).
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) atas aturan lama terkait keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan. Penerbitan {erppu ini sekaligus menganulir sementara penetapan batas aman defisit anggaran, yakni 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Sebagai imbas dari penambahan belanja negara demi menggelontorkan bantuan sosial bagi masyarakat miskin, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diprediksi akan tembus batas aman 3 persen menjadi 5,07 persen sepanjang 2020. Karena itu, perppu tentang keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan ini sekaligus merelaksasi batas defisit menjadi lebih dari 3 persen hingga 2022 mendatang.
Per 2023 nanti, pemerintah punya kewajiban mengembalikan defisit anggaran ke bawah batas amannya, tiga persen sesuai UU Keuangan Negara yang lama. "Perppu ini memberikan fondasi bagi pemerintah, bagi otoritas perbankan, dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, dan stabilitas sistem keuangan," kata Presiden Jokowi dalam keterangannya di Istana Bogor, Selasa (31/3).
Melalui perppu ini, pemerintah menambah alokasi anggaran belanja dari APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 menjadi Rp 405,1 triliun. Rinciannya, Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan serta stimulus kredit usaha rakyat, dan Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.