Sabtu 04 Apr 2020 11:57 WIB

Ekosistem Dunia Perbukuan Terganggu karena Covid-19

Bagi dunia perbukuan, dampak pandemi covid-19 dirasakan sangat berat.

Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta Hikmat Kurnia.
Foto:

Bagi dunia perbukuan, dampak pandemi covid-19 dirasakan sangat berat. Menurunnya pengunjung di berbagai pusat-pusat perbelanjaan dan toko-toko buku menyebabkan menurunnya penjualan buku secara nasional. Bahkan, beberapa toko buku menyatakan tutup untuk sementara waktu.

Penurunan di penjualan offline ini tidak serta merta dapat digantikan oleh penjualan online. Sebab, mengacu kepada market share penjualan buku di Indonesia di pasar umum, dalam kondisi normal penjualan offline melalui toko buku, pameran, dan sejenisnya mengambil porsi setidaknya 80 persen dari total omzet buku umum secara nasional. Ini tidak termasuk penjualan buku ke sekolah atau pasar proyek (government market).

Artinya, omzet penjualan buku nasional diperkirakan turun sangat tajam, dan mungkin tinggal dibawah 25 persen dibandingkan omzet saat kondisi normal. Jika kondisi ini dibiarkan, pasti akan mengganggu ekosistem perbukuan Indonesia. Sebab menurunya penjualan, pasti punya pengaruh sangat kuat ke sisi produksi, SDM, dan terutama keuangan.

Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk, maka para pegiat perbukuan perlu melakukan langkah-langkah strategis. Dalam pandangan saya sebagai pegiat perbukuan, setidaknya para penerbit dan distributor buku bisa melakukan tiga langkah strategis.

Pertama, perlu mengubah pola produksi yang selama ini terjadi. Tidak beroperasinya toko buku secara optimal, bisa menjadikan buku yang diproduksi menumpuk di gudang. Karena itu, strategi yang dilakukan untuk buku baru, penerbit hanya mencetak buku sesuai pesanan. Pola pre-order (PO) untuk buku baru bisa menjadi alternatif.

Langkah pertama ini harus sejalah dengan langkah kedua, yaitu dalam urusan marketing. Pola marketing harus mengarah ke optimalisasi pasar online, dengan memanfaakan resaller, toko buku online, komunitas dunia maya, atau sejenisnya. Dari sisi marketing bisa juga melakukan pola promosi yang lebih agresif, misalnya melakukan diskon besar-besaran atau merangsang empati pembaca.

Pembaca bisa diajak untuk bergerak bersama-sama menanggulangi pandemic covid-19, misalnya siapa yang membeli buku tertentu berarti mendonasikan senilai tertentu bagi pekerja sektor infomal atau bantuan untuk APD tenaga medis. Celah untuk melakukan strategi ini terbuka lebar, yaitu adanya himbaun untuk #diRumahAja. Imbauan ini memberi ruang pada penerbit untuk melakukan kampanye gemar membaca buku. Contonya: “#diRumahAjaDulu baca buku, meski rindu sudah memburu”.

Ketiga, jika penjualan menurun, maka jelas bisa sangat menggangu kondisi keuangan penerbitan buku, distributor buku, atau percetakan buku. Perusahaan bisa mengalami penurunan dari sisi cash flow.

Arus kas menjadi sangat terganggu. Perusahaan pasti hanya bisa bertahan dengan cadangan keuangan yang dimilikinya. Itupun dengan catatan mampu memangkas biaya yang tidak perlu, termasuk biaya operasional, juga menghitung kembali kewajiban kepada pihak internal dan eksternal.

Jika tidak ada bantuan atau keringan dari lembaga keuangan /perbankan, maka perusahaan yang bergerak dalam bidang perbukaan akan mengalami kesulitan, bahkan bisa bangkrut. Karena itu, perlu ada pendekatan yang intensif dan sistematis kepada lembaga keuangan.

Walaupun kondisi begitu sulit, sejatinya kita harus mampu mengatasi pandemic Covid-19 ini. Kita harus menyiasatinya dengan jiwa, raga, pikiran, dan tindakan yang sehat dan benar. Boleh saja banyak “what if”, tetapi kita harus selamat mengarungi ketidakpastian ini. Kita jangan terjebak pada kekhawatiran yang berlebihan dan malah tidak punya mental, semangat, dan strategi untuk melawan “musuh yang tak kelihatan ini.” Setidaknya kita bisa mengambil pelajaran dari pepatah bugis, “Tak ada pelaut ulung di lautan tenang.”

Inilah saatnya kita mengubak pola pikir, pola dzikir, pola rasa, pola aksi, dan pola perbuatan kita. Kita harus menata ulang pola bisnis kita. Inilah saatnya kita berubah. Saatnya kita berbenah, sebelum kita habis oleh wabah. Do it. Lakukanlah sesuatu. Insya Allah, pandemik corona yang bikin kita merana ini, bisa juga menjadi batu loncatan bagi para pegiat dunia perbukuan untuk melompat lebih tinggi.

Inilah saatnya kita mengambil hikmah dari pandemi ini. Setidaknnya kita bisa menjadikan kenaikan derajat. Siapa yang lulus, itulah yang naik kelas. Tabik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement