Rabu 01 Apr 2020 19:14 WIB

Yusril Sarankan Pemerintah Siapkan Opsi Karantina Wilayah

Karantina Wilayah bisa diberlakukan jika PSBB tak mampu mencegah penyebaran Corona.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Yusril Ihza Mahendra.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Yusril Ihza Mahendra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menyarankan pemerintah untuk bersiap menghadapi risiko terburuk jika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak efektif melawan penyebaran Covid-19.

Jika situasi makin memburuk meski PSBB sudah dilakukan, maka tak ada pilihan lain kecuali menerapkan Karantina Wilayah.

Baca Juga

"Jika keadaan makin memburuk, dugaan saya pemerintah tidak akan punya pilihan lain kecuali menerapkan Karantina Wilayah, sebuah konsep yang mendekati konsep lockdown yang dikenal di beberapa negara, dengan segala risiko ekonomi, sosial dan politiknya," kata Yusril melalui keterangan tertulisnya, Rabu (1/4).

Karena itu, jelas Yusril, selama masa penerapan PSBB pemerintah sebaiknya mulai bersiap-siap menghadapi risiko terburuk. Itu perlu dilakukan jika pada akhirnya pemerintah tidak punya pilihan lain dalam menghadapi wabah Covid-19 kecuali dengan menerapkan Karantina Wilayah.

Melihat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB, Yusril berpendapat, pelaksanaannya tentu tidak mudah bagi suatu pemerintah daerah (Pemda). Itu karena suatu daerah tidak berwenang membuat aturan yang menjangkau daerah lain di luar yurisdiksinya.

"Apakah untuk efektifitas pembatasan mobilitas orang dan barang itu Pemda setempat dapat meminta bantuan polisi atau malah TNI misalnya, hal itu tidak diatur dalam PP No 21 Tahun 2020 ini," jelas Yusril.

Menurutnya, Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juga tidak memberikan kewenangan kepada polisi untuk mengawasi keluar masuknya orang di daerah yang memberlakukan PSBB. Pemda paling jauh hanya dapat mengerahkan Satpol PP yang memang berada di bawah mereka.

"Polisi baru berwenang melakukan pengawasan keluar masuk orang dari suatu wilayah ke wilayah lain, jika pemerintah pusat memutuskan untuk melaksanakan 'Karantina Wilayah' sebagaimana diatur Pasal 54 ayat (3) UU Nomor 6 Tahun 2018," ungkap Yusril.

Ia menerangkan, Karantina Wilayah hampir sama dengan lockdown yang dikenal di negara-negara lain, seperti Malaysia dan Filipina. Itu berarti suatu daerah atau suatu kota dinyatakan tertutup, orang tidak diizinkan keluar atau masuk ke daerah atau kota tersebut.

Yusril menilai pemerintah tidak memilih menerapkan Karantina Wilayah karena mungkin khawatir dengan masalah ekonomi. Selain itu, pemerintah juga mungkin tidak akan mampu menyediakan kebutuhan dasar hidup masyarakat dan hewan ternak yang ada di daerah yang diterapkan Karantina Wilayah.

"Bayangkan jika Jakarta saja dikenakan Karantina Wilayah maka Pemerintah Pusat harus menyediakan sembako buat sekitar 14 juta orang entah untuk berapa lama. Bisa-bisa kita seperti India. Lockdown yang dilakukan tanpa persiapan matang, bisa membuat rakyat kalang-kabut dan akhirnya kelaparan," terangnya.

Kemudian, ia juga menyoroti PP Nomor 21 Tahun 2020 karena hanya mengulang apa yang sudah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2020. PSBB dilaksanakan “paling sedikit” dalam tiga bentuk, yakni peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

"Ketiga hal yang dicakup PSBB ini sebenarnya sudah dilaksanakan oleh daerah baik ada maupun tidak ada PSBB. Namun apa yang sudah dilaksanakan itu toh tidak mampu membatasi penyebaran virus corona," katanya.

Hingga hari ini, ia melihat belum ada Keputusan Menkes atau Ketua Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19 yang menyetujui permintaan daerah tertentu untuk daerahnya dinyatakan diberlakukan PSBB.

Ia justru melihat sebagian daerah sudah bertindak lebih jauh dari apa yang mungkin dapat dilakukan dengan sekedar tiga hal dalam PSBB itu.

"Apabila dalam dua minggu atau dalam sebulan ke depan PSBB ternyata tidak efektif, apa pemerintah lantas mau mengumumkan Negara Dalam Keadaan Bahaya dengan tingkatan Darurat Sipil sebagaimana di atur dalam Perpu No 23 Tahun 1959? Saya kira inipun tidak akan menyelesaikan masalah," jelasnya,

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement