Rabu 01 Apr 2020 09:18 WIB

Diskon Tarif Listrik yang Salah Sasaran?

YLKI anggap pemerintah justru belum sasar pelanggan listrik kelompok miskin kota.

Petugas memeriksa meteran listrik di Rumah Susun Benhil, Jakarta. Pemerintah mengumumkan akan menggratiskan tarif listrik pelanggan 450 VA dan diskon 50 persen pelanggan 900 VA sebagai bentuk bantuan sosial ke masyarakat paling terdampak Covid-19.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Petugas memeriksa meteran listrik di Rumah Susun Benhil, Jakarta. Pemerintah mengumumkan akan menggratiskan tarif listrik pelanggan 450 VA dan diskon 50 persen pelanggan 900 VA sebagai bentuk bantuan sosial ke masyarakat paling terdampak Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Intan Pratiwi

Untuk membantu ekonomi masyarakat lapisan terbawah yang terkena dampak kebijakan physical distancing, pemerintah akan menggratiskan tarif listrik. Penggratisan dikhususkan bagi pelanggan listrik 450 VA (volt ampere) dan pelanggan listrik 900 VA hanya dikenai pembayaran 50 persen.

Baca Juga

Diperkirakan ada sekitar 31 juta pelanggan yang akan mendapatkan keringan dari penggratisan tarif listrik dan diskon. Upaya tersebut namun dipandang kurang tepat sasaran.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai seharusnya yang diprioritaskan adalah kelompok konsumen yang tinggal di perkotaan. Sebab faktanya merekalah yang terdampak langsung, karena tidak bisa bekerja, atau aktivitas ekonominya berhenti (UMKM), karena mayoritas bekerja dari rumah.

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, sejatinya yang sangat membutuhkan kompensasi dan dispensasi adalah kelompok konsumen perkotaan. "Seharusnya tidak hanya kelompok 900 VA saja," ujar Tulus melalui keterangan tertulis, dikutip Rabu (1/4).

YLKI meminta pemerintah juga menurunkan atau menggratiskan tarif listrik ke kelompok konsumen 1.300 VA. Kelompok ini dipastikan YLKI juga secara ekonomi sangat terdampak. Apalagi banyak masyarakat perkotaan yang kena PHK, atau potong gaji karena perusahaannya bankrut.

Faktanya, menurut YLKI, masyarakat perdesaan masih bisa bekerja seperti biasa, karena tidak terdampak secara langsung atas wabah Covid-19. Apalagi jika tidak termasuk zona merah.

Sebaliknya, yang tinggal di perkotaan, aktivitas ekonominya nyaris lumpuh. Kebanyakan dari mereka setop bekerja. "Jadi penggratisan listrik yang berlaku secara nasional kurang tepat sasaran. Dan kelompok 1.300 VA dilanggar haknya. Idealnya kelompok 450 VA tidak gratis total, cukup diskon 50 persen saja (sama dengan 900 VA), sehingga sisanya 50 persen lagi bisa untuk menutup atau mendiskon golongan 1.300 VA, khususnya yang tinggal di perkotaan," kata Tulus.

YLKI meminta pemerintah untuk merevisi kebijakan tersebut. Caranya dengan memberikan kompensasi atau diskon pengguna listrik 1.300 VA yang tinggal diperkotaan, yang terdampak langsung oleh wabah Covid-19.

Kemarin, Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers virtual yang disampaikan dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, menyebutkan gratis listrik 450 Va bagi 24 juta pelanggan berlaku mulai April, Mei, dan Juni 2020. Diskon 50 persen bagi tujuh juta pelanggan listrik 900 Va juga berlaku mulai April hingga Juni.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebut bahwa program-program perlindungan sosial termasuk pembebasan tagihan listrik termasuk di dalamnya akan dituangkan dalam Perppu khusus. "Iya, sesuai dengan yang kita dengar dari Presiden sore tadi, itu (pembebasan dan keringanan tagihan listrik) adalah bagian dari program perlindungan sosial yang dituangkan dalam Perppu khusus, alokasi dananya juga telah disebutkan untuk program itu, totalnya sekitar Rp 110 triliun," papar Rida, Rabu (1/4).

Rida menyebut keputusan ini adalah bagian dari kepedulian negara dalam bentuk yang lain kepada masyarakat kurang mampu. "Sejumlah kira-kira 31 juta pelanggan yang disebutkan adalah saudara-saudara kita yang selama ini sebagai penerima subsdi listrik, yaitu golongan pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA (bukan 900 VA RTM). Mudah-mudahan ini dapat meringankan beban saudara-saudara kita tersebut pada kondisi saat ini karena pandemi Covid-19," ungkap Rida.

Untuk bisa melancarkan kebijakan ini, pemerintah perlu mengalokasikan sebesar Rp 3 triliun. Dana ini termasuk dalam total Rp 110 triliun yang dialokasikan pemerintah untuk program penanggulangan Covid-19.

"Alokasi dananya juga telah disebutkan untuk program itu, sekitar Rp 110 triliun dan di antaranya, menurut saya dialokasikan untuk pemberiaan keringanan tagihan listrik itu," ujar Rida, Rabu (1/4).

Rida juga menjelaskan rerata jumlah yang dibayarkan pelanggan 900 VA subsidi dalam sebulan sebesar Rp 60 ribu per bulan. Sedangkan besaran yang dibayarkan untuk pelanggan 450 VA sebesar Rp 36 ribu per bulan.

Dalam keterangan persnya, PLN mendukung penuh kebijakan pemerintah. "Kebijakan pembebasan tagihan untuk pelanggan 450 VA dan keringanan tarif listrik 50 persen tersebut sudah dibicarakan dan dikoordinasikan dengan PLN. Kami sangat mendukung dan siap melaksanakan kebijakan pemerintah yang disampaikan oleh Presiden RI bapak Joko Widodo," tutur Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini.

Dia menambahkan, adanya kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat yang terdampak akibat pandemi global Covid-19 yang mengakibatkan lesunya perekonomian. Program pembebasan tagihan dan keringanan pembayaran tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyakarat yang paling terdampak pandemi.

"Saat ini masyarakat diimbau untuk tetap di rumah. Berkegiatan di rumah. Tujuannya untuk mencegah penularan yang makin luas. Pembebasan dan diskon tarif listrik ini diharapkan dapat mendukung hal tersebut. Jadi masyarakat, khususnya yang tidak mampu, tidak harus khawatir dalam menggunakan listrik selama musim yang sulit ini," pungkas Zulkifli.

Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwato, menyetujui kebijakan pembebasan biaya listrik selama tiga bulan kepada pelanggan tak mampu di tengah merebaknya wabah corona. Sugeng menjelaskan, kebijakan ini memang perlu dilakukan karena para pelanggan 450 VA dan 900 VA yang bersubsidi memang masuk dalam kategori rentan karena wabah Covid-19 ini.

Biaya-biaya tersebut selanjutnya ditanggung oleh negara. Dalam hal ini pembayaran dilakukan pemerintah melalui anggaran yang sudaj dicadangkan dalam skema Perppu tersebut.

Sugeng juga menjelaskan 31 juta pelanggan 450 VA dan 900 VA adalah keluarga dalam kategori miskin dan rentan miskin. Untuk itu diperlukan afirmative policy (kebijakan yang memihak) untuk meringankan beban dan agar tidak terjadi kemiskinan yang lebih dalam.

Namun demikian, kata Sugeng, PLN sebagai sebuah perusahaan (negara) harus juga tetap sehat. Agar PLN tetap dapat memenuhi tugas dan fungsinya. "Sebagamana kita ketahui juga, kondisi PLN juga memerlukan penanganan sangat serius, mengingat kondisi keuangannya yang tidak menggembirakan," ujar Sugeng.

photo
Stimulus ekonomi (ilustrasi) - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement