REPUBLIKA.CO.ID, Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta, menanggapi pernyataan Presiden RI, Joko Widodo pada saat membuka rapat terbatas terkait Laporan Gugus Tugas Covid-19 yang disiarkan langsung di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (30/3). Presiden pada waktu itu meminta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi, sehingga perlu didampingi kebijakan darurat sipil.
Sukamta menyatakan bahwa saat ini yang dibutuhkan masyarakat langkah konkret dan segera untuk mencegah penyebaran Virus Corona dan itu pilihannya adalah dengan melakukan Karantina Wilayah sebagaimana diatur di dalam UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Penyebaran virus yang saat ini hampir menyentuh semua provinsi di Indonesia tidak cukup diatasi dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar serta tidak perlu disikapi dengan kebijakan darurat sipil. Saya tidak tahu apa sesungguhnya yang ada di benak pak Presiden sehingga jauh hari menyampaikan tidak akan lockdown," kata Sukamta dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (31/3).
Ia menegaskan, yang sedang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini adalah pandemi virus corona yang telah menyebar dengan cepat dan menjadi ancaman nyata bagi kesehatan dan nyawa rakyat Indonesia.
"Dalam UU Kekarantinaan Kesehatan kondisi ini disebut sebagai Kedaruratan Kesehatan, bukan Darurat Sipil. Langkah yang perlu dilakukan didalam UU tersebut juga sudah sangat jelas jika arahnya membatasi pergerakan orang agar tidak keluar masuk yang dilakukan adalah karantina wilayah atau istilah populernya lockdown. Jika masalahnya adalah perlu peraturan pemerintah untuk sebagai peraturan pelaksana, segera buat PP tersebut. Itu menjadi domain pemerintah sepenuhnya, mestinya bisa segera dibuat," kata Sukamta.
Anggota Komisi 1 DPR RI ini lebih lanjut melihat setelah pemerintah menetapkan status darurat bencana Covid-19 pada tanggal 29 Februari 2020 atau sudah berjalan selama satu bulan. Berbagai langkah yang dilakukan belum bisa menekan perkembagan virus corona. Sebaliknya virus semakin menyebar dengan kenaikan pasien positif lebih dari 500 persen.
Menurut dia, pemerintah seharusnya melakukan evaluasi secara menyeluruh. Pemerintah juga bisa mengambil pengalaman negara-negara lain yang berhasil menekan penyebaran virus serta menekan jumlah korban jiwa seperti Cina, Korea Selatan, dan Singapura.
"Pengalaman negara lain menyisakan dua pilihan, lockdown atau perbanyak tes. Sejauh ini pemerintah mencoba memperbanyak tes dengan mengimpor rapid test yang oleh beberapa ahli dikatakan tingkat akurasinya 30-an persen. Itupun jumlahnya masih terbatas, sehingga tidak mampu mengimbangi kecepatan penyebaran virus. Jika menimbang ini, pilihan lockdown mestinya tidak ditunda-tunda," kata Sukamta.
Sukamta memahami bahwa untuk melakukan lockdown tentu membutuhkan perhitungan yang cermat supaya bisa berjalan dengan sukses, selain itu juga membutuhkan anggaran yang cukup besar setidaknya untuk menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Juga perlu memberikan insentif bagi pekerja sektor informal yang terdampak dan juga dunia usaha.
Menurut Sukamta, hitungan yang pernah ia buat perlu 12,5 triliun untuk jaminan kebutuhan pokok penduduk miskin, serta 300 triliun untuk insentif pekerja sektor informal dan dunia usaha jika dilakukan lockdwon Pulau Jawa selama dua bulan. Anggaran sejumlah itu bisa disedikan dengan melakukan realokasi anggaran di APBN yang tidak mendesak
"Saya melihat masyarakat secara mental siap untuk lockdown. Ini terbukti dengan banyak tempat di dusun-dusun, kampung-kampung melalukan lockdwon swadaya. Masyarakat sudah semakin paham bahaya penyebaran virus corona, caranya dibatasi orang yang keluar masuk ke dusun atau kampung. Beberapa pemerintah daerah yang juga punya niatan lakukan karantina wilayah, karena peningkatan jumlah penderita. Niatan baik masyarakat dan Pemda ini mestinya didukung dengan segera diterbitkan payung hukum PP-nya, agar karantina wilayah berjalan optimal. Jika pemerintah lambat berbuat, berapa banyak lagi nyawa yang harus melayang," kata Anggota DPR RI asal Yogyakarta ini.