REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia belum mengambil opsi lock down atau karantina wilayah, dalam upaya mencegah penularan wabah virus corona atau Covid-19. Pemerintah beralasan, langkah lock down yang telah ditempuh negara lain justru menimbulkan masalah baru dan gagal mencegah penyebaran infeksi virus corona.
"Dapat dipastikan bahwa pemerintah tidak mengikuti apa yang telah dilakukan sejumlah negara. Berkaca pada sejumlah negara yang telah memutuskan lockdown atau karantina wilayah ternyata juga gagal, justru menimbulkan masalah baru," jelas Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, Senin (30/3).
Masalah baru yang dimaksud Doni adalah terjadi penumpukan masyarakat yang berusaha untuk pulang ke kampung halaman. Bila sedikit kembali ke belakang, penumpukan massa akibat keputusan lockdown memang sempat terjadi India. Sesaat setelah diumumkan, masyarakat perkotaan berbondong-bondong kembali ke kampung halamannya.
"Terjadi penumpukan masyarakat dengan jumlah yang sangat besar sangat banyak. Apabila salah satu dari mereka ada yang terpapar bisa dibayangkan betapa banyaknya warga yang tadinya negatif menjadi positif," jelasnya.
Pemerintah, ujar Doni, berupaya mengambil keputusan dengan menimbang berbagai aspek. Tak hanya soal sosial dan ekonomi, namun juga dampak kepada kesehatan masyarakat sendiri.
"Dalam konsep penanganan bencana, penyelesaian bencana tidak dibenarkan menimbulkan masalah baru atau bencana baru," ujar Doni.
Doni pun mengulang pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa karantina wilayah merupakan kewenangan penuh yang dimiliki pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah. Salah satu poin pertimbangan pemerintah adalah adanya kewajiban pemerintah untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasar masyarakat yang dikarantina di suatu wilayah.
"Kalau tidak salah UU Kekarantinaan Kesehatan, pasalnya itu pasal 55, bahwa pemerintah berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang karantina," jelasnya.