Senin 30 Mar 2020 06:29 WIB

Cegah Corona di Lapas, Presiden Agar Beri Grasi dan Amnesti

Presiden agar mempertimbangkan pemberian amnesti atau grasi secara selektif

Rep: ali mansur/ Red: Hiru Muhammad
Petugas PMI menyemprotkan cairan disinfektan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas I, Kota Tangerang, Banten, Minggu (29/3/2020). Proses sterilisasi menggunakan cairan disinfektan tersebut sebagai salah satu langkah untuk mengantisipasi penyebaran virus COVID-19 atau virus Corona.
Foto: ANTARA/Fauzan
Petugas PMI menyemprotkan cairan disinfektan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas I, Kota Tangerang, Banten, Minggu (29/3/2020). Proses sterilisasi menggunakan cairan disinfektan tersebut sebagai salah satu langkah untuk mengantisipasi penyebaran virus COVID-19 atau virus Corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani mengingatkan Pemerintah  over kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas) berpotensi besar menyebabkan tersebarnya virus Corona dan tidak terkendali.  Menurutnya, jumlah narapidana dan tahanan di seluruh lapas dan rumah tahanan (rutan) berkisar 270 ribuan dan begitu banyak lapas yang melebihi kapasitas daya tampungnya.

"Presiden agar mempertimbangkan pemberian amnesti umum atau grasi secara selektif terhadap narapidana (napi) kasus tertentu," ujar Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI itu, dalam keterangannya, Ahad (29/3).

Lanjut Arsul, yang bisa dipertimbangkan untuk mendapat amnesti umum atau grasi adalah napi dengan status hanya penyalahgunaan narkoba murni. Kemudian napi tindak pidana yang tidak masuk kejahatan berat serta sifatnya personal. Kata Arsul, saat ini jumlah napi kasus narkoba ini ada di kisaran separuh dari total napi yg menghuni lapas di seluruh Indonesia saat ini. 

"Pemberian amnesti umum atau grasi kepada penyalahguna murni narkoba akan mengurangi beban over kapasitas lapas yang cukup signifikan," terang Arsul.

Menurut Arsul, Presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan amnesti dan grasi ini berdasar Pasal 14 UUD 1945. Namun Arsul juga mengingatkan  untuk Indonesia, amnesti umum atau grasi ini hanya untuk napi penyalahguna murni narkoba, bukan untuk pengedar apalagi bandar.

Arsul menerangkan, sejatinya Pasal 127 UU nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika mengamanatkan penyalahguna narkoba yang non pengedar dan bandar itu untuk direhabilitasi. Namun selama ini penegak hukum tetap saja memproses hukum yang berujung penjara bagi mereka seperti juga pengedar dan bandar saja. "Alasannya menggunakan pasal 111 sd 114 UU Narkotika yakni karena ada unsur memiliki," tutur Arsul

Agar Presiden memberikan amnesti atau grasi ini, maka Arsul meminta Menkumham menyiapkan data dan juga kajian tentang napi-napi yag pantas mendapatkannya. Selain napi penyalahguna murni narkoba juga beberapa tindak pidana lain yang hakekatnya adalah kejahatan yang merugikan orang-perorangan saja dengan jumlah kecil. "Seperti penipuan, penggelapan, pencurian non kekerasan, juga penganiayaan ringan," tutup Arsul. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement