Senin 30 Mar 2020 03:57 WIB

Bogor Desak Pemerintah Pusat Ambil Keputusan Soal Lockdown

Bogor menunggu keputusan pemerintah pusat terkait kebijakan lockdown.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Andri Saubani
Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menunjukkan hasil tes cepat (rapid test) pendektesian COVID-19 kepada orang dalam pengawasan (ODP) di Bogor, Jawa Barat, Ahad (22/3/2020).
Foto: antara/yulius satria wijaya
Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menunjukkan hasil tes cepat (rapid test) pendektesian COVID-19 kepada orang dalam pengawasan (ODP) di Bogor, Jawa Barat, Ahad (22/3/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menggelar rapat koordinasi untuk mensinkronkan kebijakan dalam menekan persebaran virus corona jenis baru atau Covid-19, Ahad (29/3). Dalam rapat tersebut, keduanya membahas langkah strategis untuk memutus rantai persebaran Covid-19 termasuk mengambil kebijakan lockdown.

Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin menyatakan kebijakan lockdown harus dipersiapkan dengan matang. Pasalnya, lockdown di daerah saja akan sulit memutus persebaran Covid-19 jika tak dilakukan bersama-sama. Karena itu, Ade mendesak agar pemerintah pusat menentukan sikap.

Baca Juga

"Pemerintah pusat harus segera menyampaikan strategi nasional mengatasi virus corona. Supaya kabupaten dan kota tidak mengambil langkah sendiri-sendiri yang bisa saling bertentangan," kata Ade melalui pesan singkat, Ahad (29/3).

Secara matematis, Ade menyatakan, lockdown bukan hanya menyangkut soal pengamanan di jalan-jalan yang akan ditutup. Lebih dari itu, lockdown harus memperhitungkan dampak sosial yang akan terjadi di masyarakat.

"Pemerintah hurus siap untuk tidak hanya soal keamanan, tetapi soal perut juga, jangan sampai kebijakan lockdown malah menambah persoalan baru," ujar Ade.

Ade mengakui, memutus persebaran Covid-19 penting bagi kesehatan dan nyawa masyarakat. Namun, persoalan sosial seperti jaminan terhadap masyarakat menegah-bawah juga tak kalah penting untuk diperhitungkan.

Jika persoalan sosial itu belum dapat diantisipasi, Ade menyatakan akan terjadi tindakan yang tak diinginkan. Ade mengawatirkan, akan muncul kejahatan yang lebih menakutkan.

"Tetapi ketika kebijakan itu tidak matang, maka akan terjadi persoalan yang lebih besar, yaitu persoalan sosial, akan terjadi kemarahan dari rakyat kecil yang kehilangan pekerjaan, masyarakat yang frustasi kerena bingung harus makan apa, dan ketika ini menjadi masalah, dampak yang terparah adalah kejahatan di mana-dimana, penjarahan dan lain-lain. Ini akan lebih parah dari wabah itu sendiri," ucap Ade.

Kendati demikian, Ade menyatakan akan menunggu langkah DKI Jakarta bila melakukan lockdown. Sebab, DKI Jakarta menjadi pusat episentrum persebaran Covid-19.

"Karena sementara hanya itu langkah yang bisa menghentikan penyebaran ke daerah-daerah khususnya daerah penyangga Ibu Kota seperti Kota dan Kabupaten Bogor," kata Ade.

Dia mengungkapkan, ratusan akses dari Kabupaten Bogor ke DKI Jakarta dan sebaliknya masih terbuka hingga saat ini. Karena itu, Ade menilai akan percuma jika Kabupaten Bogor melakukan lockdown tanpa dibarengi dengan DKI Jakarta.

"Tanpa adanya karantina wilayah yang dimulai oleh DKI Jakarta, penjagaan maksimum di kota maupun Kabupaten Bogor akan menjadi tak berarti," ujar dia.

Berbeda, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menyatakan pihaknya siap melakukan lockdown. Bahkan, Pemkot Bogor telah menyiapkan skema jika dilakukan lockdown.

"Kalo Pemkot Bogor mengingat wilayah administrasinya cuma enam kecamatan, kemudian pintu-pintu masuknya terukur. Pada prinsipnya Pemkot Bogor siap dan kita sudah bikin skenarionya bahkan alternatifnya. Jika ketok palu ok Jabodetabek lockdown maka Kota Bogor siap lockdown," tegas Dedie.

Dedie mengakui sampai saat ini belum ada kepastian dari pemerintah pusat untuk memberikan instruksi pada daerah. Karena itu, dia menyatakan Pemkot Bogor belum dapat melakukan langkah pencegahan yang masif.

"Kalo kita tidak ada langkah pasti, kita akan tetep menghadapi ketidakpastian tetapi kalo menang kita putuskan Jabodetabek lockdown tiga minggu atau satu bulan misalnya, pastikan," kata Dedie.

Dedie memaparkan kondisi Kota Bogor telah sangat terdampak karena tidak adanya kepastian terkait penanganan Covid-19. Sebab, hotel-hotel yang juga menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor telah banyak yang tutup.

"Kalo sekarang ekonomi sudah tidak jalan, di Kota Bogor 20 hotel lebih tutup, sekolah tidak sekolah berapa lama. Kalo tidak ada kepastian dari pemerintah DKI, pemerintah pusat kita tidak pernah bisa menghitung kerugian yang dialami," ujar dia.

Oleh karena itu, Dedie mendesak agar pemerintah pusat dapat segera mengambil keputusan. Jangan sampai, ketidakpastian terus dibiarkan.

"Insyallah kalo dilakukan (lockdown) dari sekarang (bisa) selasi," ujar dia.

Mengenai kekhawatiran Bupati Bogor, Dedie menyebut, pihaknya telah mengantongi data kemiskinan warga Kota Bogor. Setidaknya, terdapat 69 ribu warga Kota Bogor yang kelas ekonomi menegah kebawah.

Dedie pun menyebut, warga ekonomi kelas menengah ke bawah telah mendapat jaminan dari pemerintah pusat dan daerah. Jika dilakukan lockdown, kecil kemungkinan akan terjadi penjarahan atau kriminal karena kekurangan bahan pangan.

Dia menyebut, bantuan dari pemerintah pun yang dikucurkan secara non tunai terus ditambah. "Dari (yang nilainya) Rp 150 ribu jadi Rp 200 ribu," tegas dia.

Dia menyatakan, pemerintah telah melakukan banyak hal untuk memakmurkan warga dengan kondisi perekonomian menegah-bawah. "Pemerintah sudah melakukan banyak hal. Pemerintah sudah berikan jaminan, termasuk kalo sakit bisa pakai BPJS tahu ada PBI," tegas dia.

Dia menyatakan, mewabahnya Covid-19 hanyalah kondisi force majeure. Demikian, kekhawatiran yang sampai menimbulkan penjarahan, kejahatan kecil terjadi. Dedie pun meminta agar semua unsur saling mendukung untuk memerangi persebaran Covid-19.

"Jagan ditakuti dengan berbagai hal, tapi bagaimana kita selesaikan permasalahan ini secepat mungkin," tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement