REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta semua pihak untuk mengawasi anggaran pengadaan barang dan jasa penanganan Covid-19.
"Kami minta agar sama-sama membantu KPK mengawasi anggaran penanganan Covid-19. Ingat, ancaman hukuman mati koruptor anggaran bencana dan proses pengadaan darurat bencana," kata Firli melalui keterangan tertulisnya, Jumat (27/3)
Lebih lanjut, ia mengatakan KPK fokus berkomunikasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk percepatan pengadaan barang kebutuhan penanganan Covid-19 tersebut.
"Kita fokus untuk penyelamatan jiwa manusia atau "saving of human life is our first priority and our goals", ujar Firli.
Di tengah situasi keprihatinan atas bencana Covid-19, KPK juga mengajak semua pihak untuk meningkatkan rasa empati dan peduli dengan bangsa ini dengan tidak melakukan korupsi.
"KPK akan terus berikhtiar dan berkarya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi untuk negeri yang kita cintai bersama ini agar terbebas dari korupsi," kata Firli.
Sebelumnya, Firli melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (23/3) mengatakan pengadaan barang dan jasa perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018.
"Prosedur pengadaan barang dan jasa dalam kondisi darurat dilaksanakan secara sederhana dan berbeda, dengan melalui penunjukan langsung sebagai Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018," katanya.
Pengguna anggaran, kata dia, memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menunjuk penyedia melaksanakan pekerjaan berdasarkan kebutuhan pengguna anggaran sesuai dengan persyaratan terutama rekam jejak mitra penyedia.
"Disamping itu dalam kondisi darurat boleh dengan cara swakelola, selama terdapat kemampuan pelaksana swakelola," tuturnya.
KPK pun mengharapkan pengadaan barang terkait kebutuhan bencana merupakan tanggung jawab pengguna anggaran dan pihaknya meminta tidak perlu ada ketakutan yang berlebihan sehingga menghambat penanganan bencana.