Rabu 25 Mar 2020 11:59 WIB

Polri Ingatkan Pengemudi Ojol Praktik Jaga Jarak

Saat menunggu pesanan pengemudi, ojol diminta menjaga jarak dengan pengemudi lain.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Indira Rezkisari
Penumpang bertransaksi dengan pengemudi ojek online di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (18/2). Pengemudi ojol diingatkan tidak berkumpul dan menjaga jarak satu sama lain.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Penumpang bertransaksi dengan pengemudi ojek online di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (18/2). Pengemudi ojol diingatkan tidak berkumpul dan menjaga jarak satu sama lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengemudi ojek daring alias ojol (ojek online) terpaksa tetap bekerja di tengah ganasnya wabah Covid-19 yang melanda Indonesia. Kepolisian mengingatkan agar pengemudi tetap menjaga jarak fisik atau menerapkan physical distancing.

Jaga jarak aman ini diperlukan terutama saat pengemudi ojol berkumpul atau mangkal menunggu pesanan. "Pelayanan ojek online harus memperhatikan social distancing, khususnya saat berkumpul menunggu orderan dengan tetap menjaga jarak dan tidak berkumpul," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Argo Yuwono dalam keterangannya, Rabu (25/3).

Baca Juga

Polri sebelumnya telah mengeluarkan maklumat kapolri bernomor Mak/2/III/2020 pada 19 Maret 2020. Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis meminta agar masyarakat tidak mengadakan kegiatan sosial yang melibatkan banyak orang atau massa dalam jumlah besar.

Kegiatan yang dimaksud dapat berupa pertemuan sosial, budaya, dan keagamaan seperti seminar, lokakarya, sarasehan, konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran, serta resepsionis keluarga, olahraga, kesenian, dan jasa hiburan.

Atas dasar itu, Polri tak segan menindak secara hukum kepada masyarakat yang menolak dibubarkan saat berkumpul. Pembubaran itu berlandaskan Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 214 KUHP, Pasal 126 ayat (1) KUHP, dan Pasal 128 KUHP.

Bila masyarakat menolak atau melawan aparat, Polri mengancam bakal menjerat dengan pasal pidana. Ancaman hukumannya mulai dari empat bulan hingga tujuh tahun bagi mereka yang menolak dengan kekerasan.

"Apabila ada masyarakat yang membandel yang tidak mengindahkan perintah personel yang bertugas untuk kepentingan negara, untuk kepentingan masyarakat bangsa negara, kami akan proses hukum dengan Pasal 212 KUHP, 216 KUHP, dan 218 KUHP," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal dalam konferensi pers pada Senin (23/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement