REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan, penyebab masih banyaknya masyarakat yang tidak melakukan social distancing adalah tingkat penghayatan setiap masyarakat tentang situasi penyebaran virus corona (Covid-19) yang tak sama. Untuk itu, aparat akan turun tangan melakukan pembubaran terhadap kerumuman orang.
"Karena ternyata masih banyak pelanggaran tingkat pemahaman dan penghayatan masyarakat tentang situasi ini tidak sama," jelas Mahfud melalui konferensi video dengan sejumlah media, Senin (23/3).
Maka dari itu, hasil rapat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang dilakukan Ahad (22/3) memutuskan agar TNI dan Polri ikut turun tangan secara selektif. Mereka akan dibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang ada di daerah-daerah untuk melakukan pembubaran terhadap kerumunan-kerumunan orang, yang membahayakan di tengah mewabahnya Covid-19.
"Nah itu yang kemarin dilakukan. Memang pilihan apapun pasti ada yang kritik. Ada yang mengatakan lockdown, begitu dicoba lockdown terbatas dalam transportasi misalnya, sudah ributnya bukan main," kata dia.
Menurut Mahfud, hal yang terpenting dikedepankan saat ini adalah kekompakan antara pemerintah dan masyarakat. Keduanya harus saling menjaga. Semua pihak harus bersabar dalam melihat keputusan-keputusan yang diambil pemerintah.
Pada kesempatan yang sama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu juga menyampaikan, pemerintah harus berhati-hati dalam membuat keputusan. Terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan Covid-19.
Cara pertama, yakni lockdown. Metode tersebut, kata dia, diterapkan secara keras di Italia. Tapi, meski kota sudah ditutup, ternyata masih banyak korban yang berjatuhan karena masyarakatnya tidak disiplin. Masih banyak kegiatan yang berjalan di sana.
"Itu kalau lockdown. Sehingga lockdown itu pun di samping juga agak kurang manusiawi, itu juga ternyata tidak efektif di Italia," kata dia.
Kemudian, ada cara herd immunity seperti yang dilakukan di Inggris. Mahfud mengatakan, cara tersebut juga sangat tidak manusiawi. Cara itu seolah-olah menyuruh orang untuk mencari selamat sendiri-sendiri.
"Sebab itu Indonesia menggunakan social distancing. Kemarin disepakati, social distancing itu tampaknya kurang bagus istilahnya, lalu ada istilah physical distancing yang lebih dianjurkan lagi untuk menggunakan istilah jarak fisik," jelas dia.
Dengan cara itu, pemerintah meminta masyarakat untuk menghindari hubungan dengan orang lain jika memang tidak sangat penting. Jika memang ada keperluan yang teramat penting, maka dapat diatur jarak pertemuan tersebut setidaknya satu meter dan kemudian jangan lupa untuk membersihkan diri setelah itu.
"Jaraknya diatur satu meter dan membersihkan diri, tangan, wajah, baju, dan sebagainya itu supaya dilakukan oleh masyarakat atas bimbingan pemerintah, physical distancing," ungkap Mahfud.