REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani mengaku menerima keluhan dan komplain dari para dokter dan tenaga medis dari berbagai daerah yang tengah menghadapi pandemi Covid-19. Dokter dan tenaga medis mengaku kesulitan mendapatkan beragam alat pelindung diri (APD) dalam menjalankan tugas menangani virus corona.
"Kalau pun ada APD pada supliernya maka harganya melonjak tidak masuk akal. Bukan hanya masker saja yang harga meroket," ujar Arsul dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/3).
Arsul mengatakan, ada dokter yang menginformasikan, jas pelindung diri atau hazardous materials suit (hazmat) sekali pakai harganya meroket sekitar ratusan ribu dari semula puluhan ribu. Sedangkan baju hazmat yang bisa dicuci dan dipakai ulang sudah menembus Rp 1 juta.
Wakil Ketua MPR itu meminta Polri bekerja sama Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNSl) dari Kementerian Perdagangan turun menyelidiki penyebab keluhan para tenaga medis dan rumah sakit ini. Menurut dia, kelangkaan APD itu karena stoknya menipis akibat permintaan melonjak pesat.
"Namun kemungkinan ini termasuk yang harus diselidiki. Perusahaan dan suplier APD itu kan tidak banyak, jadi para penyelidik mudah-mudahan tidak banyak menemui kesulitan," kata Arsul.
Arsul meminta proses penyelidikan langsung mendatangi para pemasok APD untuk mengecek arus pasokan-distribusi. Selain itu, memantau harga APD di lapangan agar petugas medis tak kesulitan mendapatkannya agar bisa maksimal merawat pasien positif corona.
Arsul mengingatkan ketentuan pidana dalam Pasal 107 dan 108 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dapat dipergunakan sebagai dasar hukum pidana materielnya. Dengan menggunakan Pasal 107 tersebut, Polri atau PPNS yang berwenang dapat memproses hukum terhadap siapa pun yang menimbun atau menyimpan barang penting seperti APD ini.
Pada saat terjadi kelangkaan ketika barang tersebut dibutuhkan. Ancaman hukuman pidananya sampai lima tahun penjara dan denda Rp 50 miliar. Sedangkan berdasar Pasal 108 UU 7/2014, mereka yang melakukan manipulasi data atau informasi mengenai barang penting seperti APD itu diancam pidana penjara empat tahun dan denda Rp 10 miliar.