Senin 16 Mar 2020 14:07 WIB

Muhammadiyah Wujudkan Pesantren Modern yang Berkemajuan

Integrasi agama dan ilmu pengetahuan merupakan karakter dari pendidikan Islam modern.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir.
Foto: Dokumen.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Muhammadiyah memiliki komitmen mengembangkan pesantren berkemajuan yang berorientasi masa depan. Hal ini menjadi ciri khas Muhammadiyah yang sejak awal didirikan sangat peduli pada pengembangan pendidikan yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Hal ini ditegaskan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Haedar Nashir dalam pidato kuncinya saat membuka Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah, dengan tema ‘Pengembangan Pesantren Muhammadiyah yang Berkemajuan’, yang dilaksanakan di kampus Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Sabtu (14/3).

Menurut Haedar, Muhammadiyah telah mewujudkan mimpi besar mengembangkan pesantren dan lembaga pendidikan di berbagai wilayah di Tanah Air. Tentu ini tidak sekadar banyak, tapi juga dibangun dengan perencanaan serta analisa yang serius.

“Buat apa punya banyak pesantren jika kualitasnya tidak baik. Lebih baik sedikit tapi berkualitas dan kini Muhammadiyah fokus mengupayakan bagaimana agar semuanya berkualitas,” ungkapnya.

Pengembangan pesantren, kata Haedar, harus berani bebeda dan tidak mesti sama dengan model yang lama, karena hal tersebut bukanlah sesuatu yang absolut. Maka pesantren Muhammadiyah harus memiliki ciri khas yang berbeda dengan pola-pola pesantren yang lama.

Muhammadiyah ingin mendesain pesantren yang memiliki kategori berkemajuan dan berorientasi ke depan. “Pertanyaannya, seperti apa pesantren yang berkemajuan tersebut,” ungkapnya.

Menurut Haedar, setidaknya ada tujuh syarat pesantren yang berkemajuan dan berorientasi masa depan. Yang pertama adalah pesantren yang berbasis pada sistem pendidikan Islam modern. “Karena ide awal dan gagasan dari sistem pendidikan Muhammadiyah memang memiliki karakternya berbeda dengan yang lain,” jelasnya.

KH Ahmad Dahlan, lanjutnya, tidak menggagas pesantren, padahal dia menimba ilmu di berbagai pondok pesantren, termasuk juga menjadi santri di Makkah. Namun dirinya malah mendirikan sekolah berbasis Islam modern.

Karena tidak puas dengan pendidikan pesantren pada waktu itu yang memisahkan agama dari ilmu pengetahuan dan tidak terbuka dengan dirasah Islam yang baru. Padahal, integrasi agama dan ilmu pengetahuan merupakan karakter dari pendidikan Islam modern.

“Muhammadiyah telah berhasil menciptakan generasi Muslim terpelajar melalui pendidikan. Karena dapat mengembangkan mutu sekolah yang mengajarkan dirasah Islam, tetapi tidak alergi dengan sains modern,” katanya.

Syarat yang kedua, lanjut Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tersebut, segenap santri, ustaz, dan pimpinan harus memiliki pemikiran yang berorientasi ke depan dan menjadi teladan yang baik.

Karena pemikiran maju menjadi karakter unik Muhammadiyah, persyarikatan yang didirikan KH Ahmad Dahlan.  Ia pun mengagumi sosok ‘Sang Pencerah’ tersebut karena dapat membaca Alquran yang tidak dapat dilihat oleh sebagian orang tapi mampu mendirikan sebuah organisasi Islam yang tahan banting melawan badai zaman.

Selain segenap penghuni dan pengurus pesantren harus memiliki pemikiran yang maju, mereka juga harus menjadi uswatun hasanah, teladan yang baik. “Sepintar apa pun seseorang, dirinya akan jatuh menjadi pribadi yang hina, perilakunya tidak mencerminkan ilmu yang dimiliki,” tegasnya.

Berikutnya, lanjut Haedar, memiliki infrastruktur yang maju dan modern. Karena memberikan kenyamanan fasilitas, akan lebih memudahkan dalam proses belajar mengajar. Syarat keempat, pesantren yang berkemajuan memiliki keyakinan pada prinsip-prinsip agama, sikap, dan paham Muhammadiyah.

Materi ini memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seluruh siswa yang bersekolah di Lembaga Pendidikan Muhammadiyah. Selain itu masih ada rumusan al-masail al-khamsah yang lahir pada 1935 dan kemudian disempurnakan serta ditanfizkan pada 1964.

Kelima, pesantren yang berkemajuan harus jadi institusi yang mampu membawa dan mencapai tujuan Muhammadiyah,  yaitu menjadi masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. “Maka pesantren Muhammadiyah harus menciptakan kader umat yang terbaik (khair al-ummah),” jelasnya.

Keenam, pesantren yang berkemajuan harus memiliki sistem yang bagus dan maju, tata kelola yang bagus, administrasi yang rapi. “Yang ke-tujuh, pesantren yang berkemajuan harus memiliki wawasan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal,” tambah Haedar.

Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Drs H Tafsir menambahkan,  hingga awal 2020 ini jumlah pesantren Muhammadiyah Jawa Tengah mencapai 140 buah, termasuk Muhammadiyah Boarding School (MBS) dan pesantren yang dikelola oleh ‘Aisyiyah.

Pesantren Muhammadiyah ini merupakan bentuk gerakan tajdid Muhammadiyah dalam bidang pendidikan. Selama ini brand pendidikan Muhammadiyah identik dengan pendidikan formal saja.

"Namun seiring perkembangan zaman yang membutuhkan kader-kader ulama dan memiliki kualifikasi menyeluruh Muhammadiyah terus memperkuat lulusan yang multi kompetensi sebagai faqih, muballigh, mujahid, dan mujtahid yang berwawasan luas dan profesional dalam mengemban misi Muhammadiyah,” tambahnya.

Sementara itu, Rektor Unimus, Prof Masrukhi menyampaikan, keberadaan pesantren Muhammadiyah sekarang  sudah berkembang dengan baik. Namun ia juga sepakat pengembangan yang lebih inovatif penting dilakukan.

“Sehingga dengan pesantren modern, Muhammadiyah akan bisa melahirkan kader-kader dengan kapasitas keulamaan yang mumpuni sekaligus kemampuan keilmuan yang maju bagi dakwah Islam modern,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement