Ahad 15 Mar 2020 10:59 WIB
Corona

Corona, Tolak Bala: Dari Kidung Sunan Kalijaga Hingga Kiswah

Soal Tolak Bala Sunan Kalijaga

Bendera Tunggul Wulung di Kraton Yogyakarta
Foto:

Lazimnya kidung ini biasa dinyanyikan pada malam hari, atau selepas shalat malam. Sebagaimana maknanya, Kidung Rumekso Ing Wengi bertujuan menyingkirkan diri dari balak atau gangguan, baik yang nampak maupun tidak.  Kidung ini juga mengingatkan manusia agar mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga terhindar dari kutukan dan malapetaka yang lebih dahsyat.

Syair tembang tolak bala Sunan Kalijaga, Kidung Rumeksa Ing Wengi’ seperti ini:

Ana kidung rumekso ing wengi
, Teguh hayu luputa ing lara 
luputa bilahi kabeh, 
jim setan datan purun, 
paneluhan tan ana wani, 
niwah panggawe ala, 
gunaning wong luput
, geni atemahan tirta, 
maling adoh tan ana ngarah ing mami
, guna duduk pan sirno

(Ada sebuah kidung doa permohonan di tengah malam. Yang menjadikan kuat selamat terbebas dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun tidak mau mendekat. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat, guna-guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku. Segala bahaya akan lenyap.)

Sakehing lara pan samya bali
, Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
, Sakehing braja luput
, Kadi kapuk tibaning wesi
, Sakehing wisa tawa, 
Sato galak tutut
, Kayu aeng lemah sangar
, Songing landhak guwaning 
Wong lemah miring
, Myang pakiponing merak

(Semua penyakit pulang ketempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih. Semua senjata tidak mengena. Bagaikan kapuk jatuh dibesi. Segenap racun menjadi tawar. Binatang buas menjadi jinak. Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan sarang merak.)

Pagupakaning warak sakalir, 
Nadyan arca myang segara asat 
Temahan rahayu kabeh, 
Apan sarira ayu, 
Ingideran kang widadari
, Rineksa malaekat
, Lan sagung pra rasul, 
Pinayungan ing Hyang Suksma
, Ati Adam utekku baginda Esis
, Pangucapku ya Musa

(Kandangnya semua badak. Meski batu dan laut mengering. Pada akhirnya semua slamat. Sebab badannya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang dijaga oleh malaikat, dan semua rasul dalam lindungan Tuhan. Hatiku Adam dan otakku nabi Sis. Ucapanku adalah nabi Musa.)

Napasku nabi Ngisa linuwih, 
Nabi Yakup pamiryarsaningwang
, Dawud suwaraku mangke
, Nabi brahim nyawaku
, Nabi Sleman kasekten mami
, Nabi Yusuf rupeng wang, 
Edris ing rambutku
, Baginda Ngali kuliting wang,
Abubakar getih daging Ngumar singgih
,Balung baginda ngusman

(Nafasku nabi Isa yang teramat mulia. Nabi Yakub pendengaranku. Nabi Daud menjadi suaraku. Nabi Ibrahim sebagai nyawaku. Nabi Sulaiman menjadi kesaktianku. Nabi Yusuf menjadi rupaku. Nabi Idris menjadi  rupaku. Ali sebagai kulitku. Abu Bakar darahku dan Umar dagingku.  Sedangkan Usman sebagai tulangku.)

Sumsumingsun Patimah linuwih
, Siti aminah bayuning angga
, Ayup ing ususku mangke,
Nabi Nuh ing jejantung, 
Nabi Yunus ing otot mami
,Netraku ya Muhammad
,Pamuluku Rasul
, Pinayungan Adam Kawa,
Sampun pepak sakathahe para nabi
, Dadya sarira tunggal

(Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia. Siti Aminah sebagai kekuatan badanku. Nanti nabi Ayub ada di dalam ususku. Nabi Nuh di dalam jantungku. Nabi Yunus di dalam otakku. Mataku ialah Nabi Muhammad. Air mukaku rasul dalam lindungan Adam dan Hawa. Maka lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan.)

      *****

Uniknya, beberapa kalangan masyarakat Jawa menganggap tembang ini sudah seperti apa yang disebut di tanah Melayu sebagai ‘mantra’. Bahkan, dalam kaitannya mengamalkan kidung ini  seseorang haruslah ‘puasa mutih’ selama 40 hari dan 'ngebleng' semalam. Kidung ini dibaca di halaman rumah atau pelataran waktu tengah malam sebanyak 11 kali.

Dan di Kraton Mataram di Jawa setelah berdirinya kerajaan Islam yang pertama di Demak, setiap kali ada wabah yang mereka sebuh 'sebagai pageblug' (masa kini disebut pendemi) yang meluas maka pihak kerajaan biasanya menggelar kirab Bendera Tunggul Wulung yang menjadi pusaka kraton. Bendera berwarna hitam ini dibawa ke segenap pelosok. Tujuannya untuk meminta doa agar wabah segera berlalu.

Lalu apa hebatnya dengan bendera Tunggul Wulung itu? Anda perlu tahu bahwa bendera itu sebenarnya terbuat dari Kain Kiswah Ka’bah. Sri Sultan Hamengku Buwono dalam Konggres Umat Islam di Yogyakarta pernah menceritakan soal perihal bendera itu yang dahulu berasal dari Kraton Demak Bintoro dan kini tersimpan sebagai pusaka di Kraton Yogyakarta.

Jadi janganlah main-main dengan wabah. Ini soal serius. Ingat dahulu sebelum ada geger Perang Jawa pun wabah telah mendahuluinya, yakni wabah kolera. Mudah-mudahan kita berharap setelah wabah Corona berlalu tak ada geger berikutnya?

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement