REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengungkapkan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah WHO menetapkan status wabah corona menjadi pandemi. Menurut Yurianto, Presiden meminta agar pemerintah meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian yang tidak menimbulkan kepanikan masyarakat.
"Kewaspadaan dinaikan, kehati-hatian dinaikan. Tapi jangan panik," ujar , di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (12/3).
Menurut Yurianto, pemerintah juga tak akan menutup akses negara atau wilayah tertentu untuk mencegah penyebaran virus ini. Ia mengatakan, opsi penutupan negara justru akan lebih mempersulit pemerintah dalam melakukan langkah pencegahan.
"Kita tidak akan membuat opsi lockdown karena kalau di-lockdown kita enggak bisa apa-apa," ujar Yurianto.
Selain itu, berdasarkan data tracing kontak dekat pasien yang masih dilakukan hingga saat ini, opsi penutupan wilayah atau lockdown masih belum diperlukan. Bahkan, opsi untuk meliburkan sekolah juga belum akan diambil.
Kendati demikian, pemerintah akan mulai membahas pencabutan bebas visa kunjungan dari negara lain. Langkah selanjutnya, pemerintah akan berpegang teguh pada protokol penanganan corona yang telah disusun bersama oleh kementerian dan lembaga yang kemudian dapat dibahas lebih lanjut di tiap kementeriannya.
Ia menjelaskan, opsi penutupan suatu daerah atau negara dilakukan untuk mengendalikan sebaran penyakit. Namun, penutupan di negara atau daerah itupun memiliki potensi penyebaran virus dengan cepat di daerah itu sendiri.
Yurianto mencontohkan penyebaran virus di kapal Diamond Princess yang dapat naik dengan signifikan dalam waktu singkat setelah ditutup atau di-lockdown. "Oleh karena itu, ini menjadi sikap kehati-hatian untuk meresponsnya. Ini makna pandemi," ujar Yurianto.
Yurianto menjelaskan, penetapan status pandemi virus corona oleh WHO tersebut dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat di seluruh dunia. Dengan status pandemi ini maka virus corona dapat menyerang siapapun dan di negara manapun.
Pandemi suatu wabah ditandai dengan adanya penyakit baru yang belum diketahui karakternya. Selain itu, penyakit ini menjangkiti banyak negara dalam waktu bersamaan dan terdapat jejak epidomologinya.
"Ini tidak mungkin ada negara yang terjangkit tanpa ada keterkaitan dengan negara lain. Sudah lebih dari 114 negara, dan kemudian menimbulkan kematian yang banyak," tambah dia.
Karena itu, setiap negara saat ini harus melaporkan jumlah kasus yang ditemukan agar dapat diidentifikasi lebih lanjut. Setelah ditetapkannya status pandemi virus corona oleh WHO, Yurianto meminta masyarakat agar tetap tenang dan tak panik.
Hingga saat ini, total kasus positif corona di Indonesia sebanyak 34 pasien. Dari jumlah itu, 12 orang lainnya dinyatakan sebagai pasien PDP baru. Satu pasien, yakni kasus 25 diumumkan meninggal dunia pada Rabu (11/3).