REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi masyarakat (ormas) yang memiliki peran besar dalam proses pendirian bangsa Indonesia. Hal tersebut menurut mantan kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif tercermin dari banyaknya anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang berasal dari Muhammadiyah.
Sebut saja menurut dia adalah nama Ki Bagoes Hadikoesoemo, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Sukiman Wirjosandjojo, dan Siti Sukaptinah Soenarjo Mangoenpoespito. Bahkan, kata Yudi, Soekarno yang dikenal banyak orang sebagai kaum nasionalis, juga masuk ke dalam tokoh Muhammadiyah. Di mana Soekarno pernah menjadi guru SMP Muhammadiyah, dan masuk menjadi anggota Muhammadiyah di Bengkulu.
"Jadi Muhammadiyah memainkan peran penting dalam proses pendirian bangsa Indonesia. Termasuk dalam pembentukan Pancasila dan konstitusi negara," kata Yudi, saat menghadiri seminar pra-Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Kampus I Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, pekan lalu.
Yudi mengingatkan, keislaman dan kebangsaan tidak bisa dihadap-hadapkan satu sama lain. Karena, katanya, keislaman dan kebangsaan harus dihela dalam satu tarikan nafas. Bahkan menurutnya, konyol jika ada yang menghadapkan Pancasila dan agama. Karena menurutnya, tidak mungkin merumuskan satu dasar negara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Dari sisi yang berbeda, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof Syaiful Bakhri mengatakan, Muhammadiyah telah membuat program-program unggulan dalam memantapkan Pancasila sebagai ideologi negara. Karena sampai saat ini, Pancasila sebagai ideologi negara, belum juga selesai, dan masih mendapat banyak ujian, bahkan sejak awal kemerdekaan.
"Masih ada kapitalisme, masih ada sosialisme, masih ada komunisme. Sekarang ada gaya baru lagi seperti new kapitalisme, new komunisme. Jadi Pancasila masih diuji sampai sekarang," ujar Syaiful.
Namun demikian, lanjut Syaiful, Muhammadiyah sangat bangga karena memiliki konsep Dar al-Ahdi Wa as-Syahadah. Walau, nyatanya masih ada upaya dari pihak tertentu untuk memporak-porandakan dan hasrat mengerdilkan Pancasila dalam pola-pola hubungan kehidupan negara.
“Ini suatu tantangan buat generasi yang baru untuk bisa menguatkan posisi Muhammadiyah di dalam memelihara negara. Kesepakatan negara Pancasila ini yang masih muda, masih mendapat ujian-ujian, karena kita bernegara baru 70 tahun, masih muda," kata Syaiful.
Ia melanjutkan, Dar al-Ahdi Wa as-Syahadah yang ditemukan Muhammadiyah, dapat diimplementasikan dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, bahkan hukum. Sehingga Indonesia sebagai negara, diharapkan mampu berdaulat, dan mampu menjunjung tinggi sila-sila yang ada di dalam Pancasila tersebut.