REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mashir Ramadhan, Dessy Suciati Saputri
Selain fisik, kondisi psikologis pasien corona atau Covid-19 ikut terganggu sampai ada pasien di RSPI Sulianti Saroso yang mengalami depresi. Pihak RSPI pun memberikan pendampingan psikolog terhadap semua pasien Covid-19.
Psikolog Klinis di RSPI Sulianti Saroso, Barita Ulina mengatakan, pendampingan psikolog terhadap semua pasien Covid-19 di RSPI, menggunakan langkah konseling dan terapi. Menurut dia, upaya tersebut dilakukan melalui intercom monitor, telepon atau kontak langsung dengan pasien jika dinyatakan aman.
“Pada dasarnya penyakit fisik itu bisa dipengaruhi faktor psikologi. Ketika mengalami gangguan psikologi ringan sampai berat, pasti akan memperngaruhi ke fisik juga,” ujar dia ketika ditemui Republika di RSPI, Jakarta, Kamis (12/3).
Namun demikian, menurut dia, hal tersebut juga sebenarnya berlaku bagi setiap orang. Bukan hanya pasien corona.
Sementara itu, dokter spesialis fisik dan rehabilitasi di RSPI, dr Dala juga menyampaikan hal serupa. Menurut dia, dalam proses rehabilitasi itu ada beberapa tim yang terdiri dari tim fisik, psikolog dan lainnya. Menurut dia, saat ini ada dua pasien yang membutuhkan bantuan psikolog, satu berusia lanjut dan satu lagi usia muda.
“Pada usia lanjut, kami cek ada gangguan cemas dan depresi terselubung. Itu yang akan kami elaborasi untuk pendampingan khusus,” kata dia.
Sementara itu, untuk pasien yang lebih muda, kata dia, gangguan cemas juga terlihat jelas. Meski gejala diare di awal ia sebut tak terjadi lagi saat ini.
“Tapi kami masih akan elaborasi lagi untuk saat ini,” kata dia.
Dala menerangkan, pasien yang telah menjalani perawatan lebih lama, cenderung mengalami sindroma atau berbagai gejala. Di mana hal tersebut, menurut dia, bisa mengganggu sistem saraf dan psikologi dari pasien itu sendiri.
“Untuk mengantisipasi, kami akan berikan video latihan gerakan dan lainnya pada pasien. Agar pasien bisa melakukan gerakan itu dengan intensif dan bertahap,” ungkap dia.
Akan tetapi, jika pasien yang dimaksud bisa menyebarkan virus, kontak melalui intercom ataupun layar akan dilakukan. Upaya itu agar tidak menyebarkan virus pada tenaga medis.
“Kami juga meminimalisasi risiko,” tuturnya.
Pada awal pekan ini, Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menungkapkan bahwa, pasien kasus 1 dan 2 virus corona yang tengah dirawat di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta mengalami depresi meski kondisinya saat ini terus membaik. Yurianto menyebut kedua pasien itu mengalami tekanan psikologis karena identitas mereka telah tersebar di masyarakat.
Menurut Yuri, identitas pasien yang disebarkan ke masyarakat itu menjadi pukulan berat secara psikologis bagi keduanya. Akibatnya, hasil pemeriksaan spesimen terakhir keduanya kemarin pun masih dinyatakan positif virus corona meskipun keduanya tak mengalami gejala dan keluhan apa pun.
"Mereka agak depresi akibat pernah mengalami hukuman sosial akibat identitas terungkap. Sekarang mereka agak tertekan dengan itu," ujar Yurianto di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (9/3).
Untuk memberikan pendampingan perawatan terhadap kedua pasien tersebut, pemerintah mengirimkan psikiater. Lebih lanjut, Yurianto mengatakan, pasien kasus 3 dan kasus 4 yang juga merupakan klaster Jakarta pun kemudian menekankan agar pemerintah merahasiakan identitas mereka.
"Ada keluhan dan permintaan kemudian kita harus berkali-kali menyatakan bahwa kami memberikan garansi bahwa tidak akan mengumumkan namanya. Karena mereka takut seperti yang terjadi 1 dan 2," jelas dia.
Direktur utama RSPI Sulianti Suroso, Muhammad Syahril hari ini menginformasikan, per Kamis (12/3), pasien di RSPI menjadi 702 orang. Setelah sebelumnya ada di kisaran 677 orang. Namun demikian, menurut dia, pasien yang diisolasi hingga kini ada sekitar sembilan orang, setelah sebelumnya ada yang dinyatakan meninggal karena sakit berat.
“Itu karena acute respiratory distress syndrome (ARDS)” ujar Syahril di RSPI Sulianti Saroso, Kamis.
Syahril menerangkan, pasien wanita berusia 37 tahun yang datang Rabu (11/3) malam, meninggal pada Kamis pagi. Namun, dia menyatakan, dari tracing, pasien tersebut diketahui tak memiliki kontak dengan terduga corona.
“Masih dipelajari penyebabnya. Dan mudah-mudahan negatif (corona),” ujar Syahril.
Dia melanjutkan, dari data yang diterima, pasien tak memiliki penyakit bawaan. Meskipun ada rasa sesak sebelum dinyatakan meninggal. Sambung dia, ketika tiba dari RS pemerintahan pada malam sebelumnya, pihaknya di RSPI langsung memberikan pertolongan dan terapi, namun pasien tak tertolong.
“Awalnya rawat jalan di RS itu, kemudian keluar, tapi tak ada perubahan yang baik. Lalu masuk ke sini (RSPI) dan kondisinya tetap tidak baik, bahkan memakai ventilator saat datang,” tuturnya.