REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Irjen Listyo Sigit mengatakan, adanya aplikasi telepon pintar yang bisa merekam asal muasal titik api atau hotspot kebakaran hutan dan lahan akan memudahkan institusinya untuk menjerat pelaku.
Kabareskrim yang diwawancarai setelah kegiatan sosialisasi penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Palembang, Selasa, mengatakan hadirnya aplikasi menggunakan teknologi satelit itu setidaknya dapat mengatasi kesulitan yang selama ini dihadapi penyidik Polri dalam mendapatkan alat bukti.
"Dengan aplikasi ini, mulainyahotspot (titik api) akan terekam oleh satelit, jadi memudahkan penyidik untuk mendapatkan alat bukti dalam upaya penegakan hukum," ujarnya.
Listyo mengatakan dalam penindakan nantinya akan ditinjau lebih lanjut, apakah kelalaian atau kesengajaan. Begitu pula untuk menetapkan tersangkanya, yakni kalangan perseorangan atau korporasi. "Sebenarnya pihak korporasi tidak perlu khawatir, karena setiap penindakan yang kami lakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Tidak serta merta langsung menyalahkan perusahaan, tetap akan dilihat lebih lanjut," katanya.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel Alex Sugiarto yang juga hadir dalam kesempatan tersebut tidak menyangkal bahwa muncul ketakutan dari perusahaan terkait penegakan hukum karhutla.
"Kenyataannya seperti itu, pengusaha menjadi takut karena jika terbakar maka secara hukum dapat dijerat pidana hingga perdata. Padahal, jika sumber api berasal dari luar kebun maka tidak bisa dijerat seperti yang disebutkan Dirjen Gakkum KLHK," ujarnya.
Namun, ketika api sudah masuk ke areal konsesi maka bisa saja terjerat masalah hukum jika sarana dan prasarana penanggulangan karhutla tidak tersedia atau kurang memenuhi syarat, kata dia.
"Ini yang selalu kami ingatkan ke anggota Gapki, agar sarana dan prasarana pencegahan karhutla disiapkan sesuai dengan standarisasi yang ditetapkan pemerintah," ucapnya.