Selasa 10 Mar 2020 19:41 WIB

Ini yang Dikhawatirkan Anggota DPD Saat BPJS tak Naik

Pemerintah harus mengikuti putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS.

Pegawai melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan. ilustrasi(Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pegawai melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan. ilustrasi(Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Anggota DPD RI Dapil Bali Made Mangku Pastika mengkhawatirkan pembatalan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional yang menyesuaikan dengan keputusan Mahkamah Agung bisa berdampak menurunnya kualitas pelayanan kesehatan yang diperoleh masyarakat. Hal itu disampaikan Pastika saat mengunjungi Rumah Sakit Umum Puri Raharja, di Denpasar, Selasa.

"Mau nggak mau pasti pemerintah harus mengikuti itu (pembatalan kenaikan iuran -red), karena itu harus dilaksanakan keputusan dari Mahkamah Agung," katanya.

Baca Juga

Menurut Pastika, sebelumnya pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran JKN yang dikelola BPJS Kesehatan karena menghadapi berbagai persoalan terkait kualitas pelayanan. Dengan penurunan itu, pasti akan menghadapi persoalan baru.

"Dengan diturunkan lagi (tarifnya), pastinya akan membawa persoalan baru, yang tentu saja pemerintah harus memperhitungkan itu. Misalnya dengan subsidinya diperbanyak, ya berarti akan ada pengeluaran lagi dari pemerintah, apakah akan begitu atau tidak, kita tunggu kebijakan dari pemerintah," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.

Pastika mengemukakan, selama ini dalam rapat hasil reses anggota DPD dari berbagai daerah di Indonesia, semua wakil daerah menyampaikan hal yang sama. "Tidak saja di Bali, semua daerah ribut soal BPJS Kesehatan ini," ucapnya.

Dengan pencabutan atau pembatalan kenaikan iuran JKN, Pastika mengkhawatirkan pelayanan kesehatan semakin kacau karena BPJS Kesehatan dan pihak rumah sakit semakin tekor.

Di sisi lain, terkait kunjungannya ke RSU Puri Raharja itu, dia ingin mengetahui perkembangan rumah sakit yang sahamnya dimiliki oleh Pemprov Bali dan Yayasan Kesejahteraan Korpri Bali itu. "Apalagi setelah adanya penambahan fasilitas gedung baru di bagian utara rumah sakit. Mudah-mudahan bisa segera berfungsi dengan baik untuk kemajuan RS," ujarnya.

Direktur Utama RSU Puri Raharja dr Nyoman Sutedja MPH mengatakan pihaknya seringkali kebingungan untuk menyesuaikan dengan sejumlah regulasi di bidang kesehatan yang berubah-ubah.

Sebelumnya saat iuran JKN belum dinaikkan, keterlambatan pembayaran klaim RS dari pihak BPJS Kesehatan bisa hingga tiga bulan. "Kami tiga bulan baru dibayar, memang dimungkinkan untuk meminjam di bank, tetapi itu tentu tidak gratis dan kami akan dikenai bunga bank," ucapnya.

Dalam kesempatan diskusi, Sutedja juga menitipkan pesan kepada anggota DPD RI untuk menyuarakan ke pemerintah agar diadakan perubahan pola tarif untuk pelayanan kesehatan dalam penanganan penyakit.

"Layanan yang harus diberikan sudah ditentukan tarifnya dan harus kami ikuti, tetapi biaya RS terbatas. Belum lagi kami dihadapkan pada penyesuaian kenaikan upah minim kabupaten," ujar mantan Kadis Kesehatan Provinsi Bali itu.

Di samping itu, pihaknya mengharapkan ada insentif pajak yang bisa didapatkan RS swasta di tengah tingginya pajak yang harus dibayar untuk alat-alat medis.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement