REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan, para pejabat di birokrasi untuk tidak menerima hadiah karena menjadi sumber awal korupsi. Firli pun mengutip pernyataan Presiden pertama RI Soekarno, yang pernah menyebutkan bahwa korupsi adalah budaya kolonial, yaitu memberi hadiah kepada pejabat.
“Saat ini penjajah sudah pergi, tapi budaya menerima upeti masih tinggal di Indonesia. Seharusnya budaya tersebut tidak perlu diwariskan. Jadi, jangan mewarisi budaya menerima hadiah,” ujar Firli, Rabu (4/3).
Firli juga mengingatkan agar kepala daerah mewaspadai sumber penyebab korupsi lainnya. Proposal-proposal permohonan pendanaan yang kerap masuk ke meja kepala daerah, menurutnya, bisa menjadi pintu masuk korupsi.
Karenanya, dia menyarankan, agar proposal tersebut dibahas secara terbuka. “Dibuka saja dalam pembahasan musrembang. Kalau kepala daerah terima proposal, dari mana dia bisa penuhi? Biasanya menghubungi kepala dinas. Di situlah cikal bakal korupsi,” tegas Firli.
Firli mengatakan, keberhasilan pemberantasan korupsi bukan hanya dari berapa banyak koruptor yang ditangkap, tetapi juga ditandai 3 hal. Yaitu munculnya budaya antikorupsi, adanya kesadaran pada seluruh birokrasi untuk tidak melakukan korupsi, dan terbentuknya sistem yang menutup celah korupsi.
“Bapak, ibu telah dipilih dan diberikan mandat oleh rakyat untuk memimpin. Mari mulai sekarang bangun budaya antikorupsi. Jangan titipkan budaya korupsi pada generasi muda,” tegasnya.