Kamis 27 Feb 2020 22:08 WIB

Biaya Study Tour di Balik Tewasnya Siswi SMPN 6 Tasikmalaya

Siswi SMP di Tasikmalaya dibunuh oleh ayahnya yang kesal dimintai biaya study tour.

Polisi mengamankan tersangka pembunuhan siswi SMP di Tasikmalaya, Kamis (27/2) di Polres Tasikmalaya Kota.
Foto: Republika/Bayu Adji P
Polisi mengamankan tersangka pembunuhan siswi SMP di Tasikmalaya, Kamis (27/2) di Polres Tasikmalaya Kota.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P

Polisi akhirnya mengungkap kasus kematian salah seorang siswi SMPN 6 Tasikmalaya berinisial DS (13 tahun). Korban yang masih duduk di kelas VII SMP itu dibunuh ayah kandungnya sendiri yang berinisial BR (45).

Baca Juga

Kapolres Tasikmalaya Kota, AKBP Anom Karibianto mengatakan, tersangka diduga membunuh korban lantaran kesal. Kepada ayahnya itu, korban terus meminta biaya study tour yang diselenggarakan oleh pihak sekolah.

"Korban dibunuh tersangka di sebuah rumah kosong dekat tempat ayahnya bekerja," kata dia saat konferensi pers di Polres Tasikmalaya Kota, Kamis (27/2) siang.

Ia menjelaskan, kronologi kejadian itu bermula ketika korban pulang sekolah pada Kamis (23/1). Korban menghampiri tersangka ke rumahnya di Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya. Lantaran tak bertemu, korban kemudian pergi ke sebuah rumah makan, tempat ayahnya bekerja. Oleh ayahnya, korban disuruh menunggu di sebuah rumah kosong di sekitar situ.

"Korban ini ingin meminta uang untuk study tour," kata dia.

Namun, karena tersangka sedang tak memegang uang, tersangka kesal. Kemudian, tersangka mencekik anak kandungnya sendiri itu hingga tewas.

Usai membunuh korban, tersangka kembali ke tempat kerjanya. Pada malam harinya, ia kembali ke rumah kosong untuk menghilangkan barang bukti. Tersangka kemudian membawa korban yang masih mengenakan seragam sekolah dan memasukkannya ke dalam gorong-gorong di depan sekolahnya.

Jenazah korban baru diketahui oleh warga sekitar pada Senin (28/1). Warga yang mencium bau anyir menyengat merasa curiga dan memeriksa gorong-gorong di depan SMPN 6 Tasikmalaya. Setelah diperiksa, ditemukan sesosok jenazah yang sudah membusuk.

Kepada wartawan, tersangka BR menyesali dengan perbuatannya itu. "Saya benar-benar khilaf dan saya benar-benar menyesal," kata dia, Kamis.

Menurut dia, anaknya itu datang hendak meminta uang study tour yang diselenggarakan sekolahnya sebesar Rp 400 ribu. BR berkilah, ketika itu dirinya sedang tak punya uang. Bahkan, untuk memenuhi permintaan anaknya itu, ia harus meminjam uang kepada bosnya.

"Karena saya tak punya uang, lalu minjam ke bos saya Rp 100 ribu dan Rp 200 ribu saya ambil dari celengan di rumah," kata dia.

Namun, anaknya itu terus meminta uang untuk segera melunasinya. Alhasil, BR yang merasa kesal spontan membunuh anaknya.

Ibu korban, Wati Fatmawati (46) tak menyangka pembunuh anaknya adalah ayah kandungnya, yang juga mantan suaminya. "Saya tak menyangka dia yang membunuh. Saya minta dihukum seberat-beratnya, dihukum mati," kata dia.

Wati mengatakan, korban DS tak dekat dengan ayahnya. Bahkan, menurut dia, DS cenderung membenci ayahnya. Sebab, setelah bercerai sekira 10 tahun lalu, tersangka BR sangat jarang datang ke rumah untuk menengok, apalagi untuk membiayai keluarganya. Namun, belakangan BR sering datang ke rumah untuk menengok anaknya.

Ihwal uang untuk study tour sekolah, DS memang sempat meminta kepadanya. Namun, Wati menyuruh anaknya itu bersabar. Lagipula, study tour sekolahnya baru akan dilakukan pada Maret 2020.

"Kalau tidak salah, study tour-nya tanggal 5 Maret bayar Rp 400 ribu," kata dia.

Menurut Wati, anaknya memang ingin sekali mengikuti study tour sekolahnya. Ia selalu gelisah jika uangnya belum dibayarkan. Ia tak menyangka anaknya itu akan meminta uang kepada mantan suaminya. Padahal, setahu dia, DS sangat tidak suka dengan ayahnya.

Wakil Kepala SMPN 6 Tasikmalaya, Saepuloh mengakui, sekolahnya memang merencanakan kegiatan outing class ke Bandung pada 5 Maret 2020. Kegiatan itu merupakan progran sekolah sesuai kurikulum yang berlaku. Namun, menurut dia, kegiatan itu sifatnya tidak wajib.

"Sifat kegiatan itu tidak wajib. Malah ada subsidi silang. Artinya bagi siswa yang berprestasi itu dikasih gratis dari sekolah," kata dia saat ditemui Republika.

Ia menjelaskan, sekolah memiliki dua program serupa seperti itu. Pertama, kegiatan study tour untuk siswa kelas VIII ke Jogjakarta. Satu kegiatan lainnya adalah outing class ke Bandung untuk siswa kelas VII.

Namun, tak seluruh siswa mengikuti kegiatan itu. Ia mencontohkan, pada study tour ke Jogjakarta, hanya 150 siswa yang ikut kegiatan dari total sekira 300 siswa kelas VIII. Sementara untuk kegiatan outing class ke Bandung pada 5 Maret nanti, dari sekira 325 total siswa kelas VII baru 170 orang yang mendaftar.

"Itu mengindikasikan kalau kegiatan ini tidak wajib. Kalau wajib kan pasti 90 persen ikut," kata dia.

Ia menambahkan, kegiatan juga dilakukan pada hari sekolah, bukan hari libur. Sementara, siswa yang tak ikut kegiatan akan tetap belajar di sekolah.

Ihwal biaya yang ditarik kepada siswa untuk ikut kegiatan, Saepuloh mengatakan, hal itu sudah dibicarakan dengan orang tua, komite sekolah, dan Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya. Menurut dia, biaya yang ditetapkan untuk outing class ke Bandung sebesar Rp 390 ribu per siswa. Biaya itu untuk menanggung akomodasi dan konsumsi para siswa.

"Kita sama sekali tak ambil untung," kata dia.

Sementara itu, Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman minta sekolah mengevaluasi setiap kegiatan yang dilakukan di luar lingkungan sekolah. Ia menyesalkan timbul korban jiwa yang berawal dari biaya study tour sekolah.

Budi menegaskan, seluruh kegiatan yang berkaitan dengan study tour atau ekstrakurikuler yang memerlukan biaya mesti ditinjau ulang. Sebab, pembiayaan itu akan menjadi beban bagi orang tua.

Namun di sisi lain, Budi menambahkan, ketika sudah masuk ke sekolah, terkadang terdapat pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan lain. Padahal, kegiatan itu tak terlalu esensial.

"Misalnya ada kegiatan study tour, kadang-kadang semua anak-anak ingin ikut. Mestinya di sini lah sekolah sudah mengetahui bahwa kondisi siswanya beragam," kata dia.

Budi meminta, ketika ingin membuat kegiatan, sekolah harus melihat kondisi ekonomi siswa yang ada. Sebab, tak semua siswa berasal dari status ekonomi yang sama.

Menurut dia, meskipun kegiatan tak bersifat wajib, orang tua pasti akan berusaha sekuat tenaga agar anaknya dapat ikut kegiatan. Siswa yang tak ikut juga pasti akan merasa tertinggal dibanding teman-temannya.

"Maka ini harus dijadiman introspeksi dan evaluasi kita semua, termasuk pihak dinas dan sekolah," kata dia.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Budiaman Sanusi mengatakan, kegiatan berupa study tour atau outing class ke luar kota sudah menjadi kebiaaaan sekolah. Padahal, kegiatan di luar sekolah bisa dilakukan tanpa harus ke luar kota.

"Bukan bererti mencegah ke luar. Tapi esensi kegiatan itu, kalau bisa lebih ekonomis, itu lebih bagus. Kan ada edukasinya juga tempat-tempat di Kota Tasikmalaya, murah meriah," kata dia.

Lagipula, ia menambahkan, kegiatan semacam itu tidak menjadi keharusan bagi pihak sekolah. Anak didik dapat tetap menerima ilmu tanpa harus melakukan study tour.

Budiaman mengakui, kegiatan di luar sekolah tentu memberikan manfaat bagi para peserta didik. Namun, untuk melakukannya, sekolah harus mempertimbangkan kemampuan orang tua siswa.

Meski tak mewajibkan setiap siswa ikut, menurut dia, terkadang orang tua tetap memaksakan diri agar anaknya sapat ikut kegiatan itu. Sebab, orang tua pasti ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang sama dengan teman-temannya.

"Ketika ada yang memaksa, timbul masalah," kata dia.

Karena itu, ia mengimbau kepala sekolah di Kota Tasikmalaya untuk lebih peka jika ingin membuat kegiatan tertentu. "Saya kira banyak alternatif yang murah dan dekat. Di Tasik juga banyak objek yang dapat dijadikan edukasi di luar sekolah," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement