Jumat 28 Feb 2020 02:27 WIB

KPU Nilai Pemilu Lima Kotak Suara Terbukti Sulit Diterapkan

Pemilu dengan lima kotak suara sudah terbukti sulit dalam penyelenggaraannya

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Contoh Kotak Suara Pemilu.
Foto: Republika/ Wihdan
Contoh Kotak Suara Pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemiliham Umum (KPU) RI Pramono Ubaid Tanthowi menilai, pemilihan umum (pemilu) dengan lima kotak suara bahkan lebih tak perlu dipertimbangkan untuk digunakan di masa mendatang. Sebab, berkaca pada Pemilu 2019 yang memilih presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sekaligus tidak efektif dari sisi teknis pelaksanaannya.

"Apalagi pilihan yang pemilu serentak sekaligus tujuh surat suara. Mungkin efisien hanya akan pemilu sekali, tetapi dari sisi teknis rasanya itu tidak perlu kita pertimbangkan," ujar Pramono saat diwawancarai di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis (27/2).

Menurut dia, pemilu dengan lima kotak suara sudah terbukti sulit dalam penyelenggaraannya (unmanageable). Apalagi jika pemilu ditambah dengan pemilihan gubernur dan bupati/wali kota.

Di samping hemat dalam anggaran karena dilaksanakan dalam satu waktu. Akan tetapi, lanjut dia, teknis pelaksanaannnya tidak memungkinkan untuk diterapkan, mengingat banyak anggota kelompok penyelenggara pemungut suara (KPPS) menjadi korban jiwa karena kelelahan.

"Sebagaimana saya sampaikan itu sebenarnya pilihan satu dan dua itu kalau bagi KPU sudah terbukti tidak manageable," kata dia.

Pilihan satu dan dua yang dimaksud Pramono adalah alternatif model pemilu serentak konstitusional yang diutarakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pertimbangan putusan perkara nomor 55/PUU-XVII/2019 terkait pemilu serentak. Model pertama yaitu pemilihan umum serentak memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan anggota DPRD.

Model kedua, pemilu serentak memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota. Kemudian model ketiga, pemilu serentak memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota.

Menurut Pramono, MK membuka peninjauan dan penataan terhadap pemilu serentak oleh pembentuk undang-undang. Sepanjang model tersebut tidak memisahkan pilpres, DPR, dan DPD, serta mengedepankan penguatan sistem presidensial.

"Putusan MK kan sebenarnya sudah memberi sinyal juga bahwa terwujudnya sistem pemerintahan presidensial yang efektif itu, bukan hanya di tingkat pusat tetapi juga di tingkat daerah," tutur Pramono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement