Kamis 27 Feb 2020 15:26 WIB

Tersangka Guru Digunduli, Pengamat: Harus Sesuai SOP

Hendaknya polemik ini tidak menimbulkan kegaduhan lain yang bisa mengaburkan masalah.

Rep: my28/ Red: Fernan Rahadi
Tersangka Kasus Susur Sungai. Tiga orang tersangka kasus musibah susur Sungai Sempor dihadirkan saat gelar perkara di Polres Sleman, Yogyakarta, Selasa (25/2).
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Tersangka Kasus Susur Sungai. Tiga orang tersangka kasus musibah susur Sungai Sempor dihadirkan saat gelar perkara di Polres Sleman, Yogyakarta, Selasa (25/2).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penggundulan terhadap para tersangka peristiwa susur sungai SMP Negeri 1 Turi, Sleman, mendapatkan kecaman banyak pihak, terutama dari sejumlah komunitas guru. Salah satu yang paling lantang datang dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Pengamat pendidikan, Muhammad Nur Rizal, mengatakan meskipun tugas seorang guru adalah hal yang mulia, namun jika yang bersangkutan abai dan tidak memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan anak maka tetap harus diproses berdasarkan standar operasional prosedur (SOP). Apalagi, bila sampai menimbulkan kecelakaan dan kematian siswa dalam jumlah banyak.

"Patut diproses sesuai dengan fakta dan SOP yang ada, apalagi jika orang tua korban menuntut agar ada efek jera sehingga tidak terulang kejadian yang sama,” tutur Rizal kepada Republika, Kamis (27/2).

Dosen UGM ini menjelaskan penanganan yang diberikan kepada pelaku selama proses praperadilan adalah kewenangan kepolisian.  “Oleh sebab itu, biarkan menjadi wewenang polisi dalam melakukan penanganan,” ungkap Rizal. 

Sementara jika terdapat pelanggaran etika, seperti penggundulan yang baru-baru ini dipermasalahkan, maka silakan diprotes dan biarkan ditindaklanjuti oleh ahli hukum terkait. "PGRI yang merupakan organisasi guru dapat menunjuk ahli hukum bersangkutan," ujar Rizal. Ia menambahkan, hendaknya polemik ini tidak menimbulan kegaduhan lain yang dapat mengabaikan esensi permasalahan. 

Sementara itu, menurut Rizal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hendaknya tidak boleh acuh terhadap persoalan ini. Justru, mereka harus melakukan riset lanjutan. 

Rizal memaparkan terdapat rentetan peristiwa anak sebagai korban pendidikan, mulai dari korban bullying, kekerasan, tawuran, bunuh diri sampai dengan peristiwa susur sungai yang menimbulkan banyak korban. 

Salah satunya, menurut dia, diakibatkan karena orientasi guru, siswa dan sistem pendidikan tidak menciptakan kultur sekolah yang memanusiakan. Sebaliknya, sekolah justru menjadikan siswa sebagai robot akademis yang tidak memiliki saluran suara dalam proses pembelajaran.

Rizal menjelaskan seluruh pihak perlu melakukan intropeksi diri yang tidak perlu saling menyalahkan apalagi di media sosial. "Perlu adanya perbuatan nyata sesuai dengan porsinya masing-masing, agar peristiwa Turi ini menjadi tonggak pembenahan pendidikan Indonesia secara total," kata pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ini menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement