Kamis 27 Feb 2020 15:23 WIB

KPK: Titik Rawan Korupsi, Tata Ruang Jadi Tata Uang

Tata ruang yang tidak jelas akan memunculkan korupsi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Tata ruang yang tidak jelas akan memunculkan korupsi. Foto:  Ilustrasi korupsi
Foto: Republika/Mardiah
Tata ruang yang tidak jelas akan memunculkan korupsi. Foto: Ilustrasi korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan, dalam kajian KPK terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA), proses perizinan menjadi titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi yang berujung pada kerusakan lingkungan. Jika dicermati, tata ruang yang tidak jelas justru menjadi celah korupsi bagi kepala daerah untuk memperjualbelikan izin.

“Tata ruang akhirnya menjadi tata uang. Uang untuk mendapatkan izin,” ujarnya di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Rabu (26/2) kemarin.

Baca Juga

Hal tersebut berdampak masih tingginya angka kemiskinan di lokasi melimpahnya SDA seperti Sumatra, Kalimantan, dan Papua.

“Dengan mudah kita bisa melihat kemiskinan ada di sana, di sekitar lokasi tambang atau hutan yang seharusnya bisa menjadi sumber untuk mensejahterakan mereka,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jasmin Ragil Utomo, mengungkapkan, masih ada kendala dalam gugatan perdata SDA dan lingkunga hidup. Di antaranya adalah masih relatif sulitnya memperoleh data aset calon tergugat atau termohon eksekusi untuk keperluan sita jaminan/sita eksekusi; pemulihan fungsi lingkungan hidup memakan waktu lama. 

Sementara pelaksanaan eksekusi harus tuntas; dan belum adanya ketentuan mengenai selisih antara dana yang digunakan untuk pemulihan fungsi LH dengan nilai putusan jika kurang atau lebih.  "Intinya, meski nilai kerugian lingkungan telah diputuskan hakim, eksekusi pemulihan dan penggantian kerugian tidak mudah dilaksanakan,” ujarnya.

Peneliti dari Auriga, Grahat Nagara, menyarankan beberapa hal dalam menghadapi munculnya tantangan upaya hukum untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. Menurutnya, perlu dilakukan penyitaan aset untuk memaksa pelaksanaan eksekusi.

“Selain itu, perlu mendefinisikan ulang kerusakan lingkungan sebagai bagian kerugian negara, serta penjeraan lebih lanjut kepada pelaku dengan pencabutan izin, baik itu izin lingkungan maupun izin usaha,” kats Auriga.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement