Kamis 27 Feb 2020 07:59 WIB

Cerita Rusuh Aeon Mall: Amuk Massa dan Air Tanah

Pengambilan air tanah secara berlebihan jadi salah satu pemicu banjir di Jakarta.

Sejumlah petugas memeriksa kerusakan pasca kerusuhan di Aeon Mall Cakung, Jakarta Timur, Selasa (25/2/2020).
Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Sejumlah petugas memeriksa kerusakan pasca kerusuhan di Aeon Mall Cakung, Jakarta Timur, Selasa (25/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Zainur Mahsir r, flori sidebang

Baca Juga

Selasa (25/2) pagi, sebagian wilayah Cakung, Jakarta Timur, tak luput disapa banjir selepas hujan deras yang mengguyur sejak semalam. Berbagai ruas jalan dan perkampungan ikut teren dam.

Satu di antaranya adalah perumahan warga di RW 06, 07, 09, dan 10 di Kelurahan Cakung Timur. Perkampungan itu tak jauh dari perumahan elite Jakarta Garden City (JGC) yang juga ikut terendam.

Kali ini, warga di sekitar perumahan dengan harga rumah yang dibanderol minimal Rp 1 miliar itu agaknya sudah merasa jengah. Mereka merasa, nelangsa yang menimpa setiap hujan deras tiba tak lain disebabkan pendirian kompleks rumah mewah itu, dan utamanya pembangunan pusat perbelanjaan modern Aeon Mall.

"Saluran pembuangan dialihkan ke warga RW 07. Sampai warga RT 05 banjir seatap rumah," kata salah seorang warga dalam video viral yang menunjukkan aksi tersebut, kemarin.

Sejak pagi, ratusan warga kampung mulai menyemuti bulevar perumahan mewah. Mereka memblokade jalan, meminta bertemu dengan pengembang. Tak kunjung dipenuhi, ratusan warga itu kemudian menuju ke Aeon Mall.

Warga Garden City, Wilson (71 tahun), mengatakan, awal mula penyerangan tak terjadi di Aeon Mall, tetapi di Club House Garden City yang berada tak jauh dari mal. "Awalnya, mungkin mereka mengira kantor pengelola ada di sana. Padahal, sudah pindah. Itu bangunannya," ujar dia kepada Republika, Selasa (25/2), sambil menunjuk bangunan.

Dia melanjutkan, sekira pukul 09.00 WIB, warga yang disebut meminta kejelasan mendapati kesalahpahaman dengan penjaga keamanan club house. Alhasil, menurut Wilson, ratusan warga yang mayoritas berasal dari Tambun itu beralih ke mal. "Itu setelah perusakan dan penyerangan dari club house. Jumlah massanya mungkin sampai 500 orang," tutur dia sambil berolahraga sore.

Wilson menyebut, penjaga keamanan yang berasal dari club house juga sempat melarikan diri ke permukiman warga. Menurut Wilson, hal itu terjadi ketika para warga, termasuk dirinya, tengah di puncak kekhawatiran dan memilih melindungi propertinya. "Waktu itu saya juga kebetulan lagi mindahin mobil saya," kata dia.

Wilson menambahkan, awal kerusuhan yang terjadi pada pukul 09.00 WIB itu, tak langsung diamankan kepolisian. Sebaliknya, menurut dia, kepolisian baru tiba di lokasi sekira pukul 10.00 WIB. "Untungnya rusuh di mal sudah reda sejak siang tadi. Jadi warga sekitar merasa aman juga," ujar dia.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, mengatakan, sekira 200 warga mendatangi Aeon Mall di Jakarta Garden City (JGC) Cakung pukul 09.30 WIB. "Warga kesal karena pihak manajemen belum bisa ditemukan untuk dilakukan mediasi," ujar Yusri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.

Yusri mengungkapkan, pada saat yang bersamaan, Polres Jakarta Timur, Polsek Cakung, serta Brimob menerjunkan sekitar 100 personel untuk mengamankan lokasi kejadian. Sebab, warga mulai merusak sejumlah rambu, pagar, dan pos parkir yang berada di belakang mal.

Selain itu, salah satu kaca restoran pun dirusak warga. Personel kepolisian pun mendorong massa untuk keluar dari mal. Namun, petugas pengamanan mal yang kalah jumlah tidak bisa menghalau massa yang kemudian merangsek masuk ke dalam mal dan merusak sejumlah fasilitas. Sejumlah kaca milik tenant Aeon dan kaca pos penjagaan mal pecah akibat lemparan batu pengunjuk rasa.

Sekira pukul 10.00 WIB, kata Yusri, pihak manajemen JGC, Arif, menemui warga. Kepada warga, Arif menjelaskan, waduk dan saluran irigasi yang ada di JGC sudah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jakarta dan Suku Dinas Tata Air setempat. "Warga kemudian menanyakan Amdal pembangunan perumahan," ungkap Yusri.

Sekira pukul 11.00 WIB, Yusri menambahkan, pihak manajemen JGC lainnya, yakni Fitrah, menemui perwakilan warga di kantornya. Dalam pertemuan itu, warga bersikukuh bahwa waduk dan saluran irigasi itu masih milik JGC.

Mediasi tersebut diperkirakan selesai sekitar pukul 11.40 WIB. Yusri menyebut, warga yang berkumpul pun telah membubarkan diri. Meski demikian, kata Yusri, anggota kepolisian masih berjaga di Aeon Mall yang akhirnya ditutup sementara. Beberapa tenant mal juga memutuskan untuk memulangkan karyawan.

Kapolsek Cakung Jakarta Timur, Kompol Pandji Santoso, mengiyakan, sekelompok warga itu mendatangi kantor pemasaran AEON Mall sekitar pukul 10.00 WIB. Menurut warga, konturnya ada yang tidak beres sehingga menyebabkan terjadinya banjir. "Padahal, banjir itu kan terjadi di mana-mana," kata Pandji saat dihubungi, Selasa (25/2).

Kombes Yusri memastikan, tidak ada penjarahan yang dilakukan oleh ratusan warga itu. Kedua belah pihak telah dipertemukan untuk mencari solusi secara bersama-sama. "Sudah damai. Perwakilan dari warga tadi sudah berdiskusi," ungkap dia.

Hingga Selasa malam, baik perwakilan warga maupun pihak pengelola AEON Mall dan JGC belum bersedia mengeluarkan komentar atas kejadian itu. Sejauh ini, pihak kepolisian telah menahan satu orang pascakericuhan di AEON Mall.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi Ario Seto mengatakan, peran pelaku yang ditahan itu masih didalami petugas. "Masih kita dalami. Yang jelas dia terlibat," kata Suyudi.

Bagaimanapun, yang terjadi kemarin adalah pertama kalinya pengembang properti menjadi sasaran amuk massa sehubungan terjadinya banjir di Jakarta. Biasanya, yang jadi terduga penyebab banjir menahun di Jakarta dan sekitarnya adalah air kiriman dari Bogor, pendangkalan sungai, pemerintah yang tak becus mengelola limpahan air, hingga cuaca ekstrem.

photo
Sejumlah warga kampung Petukangan Rawa Teratai mengungsi ke lantai 2 rumahnya saat banjir di Jakarta Timur, Selasa (25/2/2020).

Air tanah

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo juga menyatakan, pengambilan air tanah secara berlebihan menjadi salah satu faktor pemicu banjir di Jakarta. "Pengambilan air tanah yang cukup banyak berimbas pada penurunan permukaan daratan di Jakarta sehingga menjadi salah satu penyebab banjir," ujar dia, di Jakarta, Selasa.

Ia menambahkan, dibandingkan 20 hingga 30 tahun lalu, daratan di Ibu Kota mengalami penurunan. Bahkan, pada waktu itu sebagian besar wilayah Jakarta masih berada di atas permukaan laut. "Sekarang datanya sudah mengalami penurunan, salah satunya karena pengambilan air tanah yang cukup banyak tadi," kata dia.

Daratan yang lebih rendah dibandingkan permukaan laut tadi menyebabkan air sulit untuk keluar dari tanah menuju laut. Persoalan tersebut diakuinya tidak bisa dikerjakan satu lembaga saja, tetapi harus ada kesadaran kolektif.

Kondisi itu diperparah dengan masih banyak tempat yang aliran airnya tersumbat, drainase tidak lancar, hingga sungai-sungai dipenuhi sampah akibat perilaku buruk masyarakat. "Berdasarkan data kira-kira tujuh bulan yang lalu, sejumlah sungai di Jakarta dan Bekasi dipenuhi sampah," katanya.

Pola perilaku masyarakat berpengaruh besar terhadap kondisi sungai-sungai yang tercemar itu. Meskipun sudah banyak komunitas yang bergerak membersihkan, sampah tetap saja kembali dibuang ke sungai.

"Setelah dibersihkan, ada yang kembali membuang ke sungai. Akibatnya, sampah itu menutupi aliran sungai dan ketika musim hujan seperti sekarang menjadi pemicu banjir," ujar dia.

Untuk mengatasi hal itu, Doni menyarankan agar pihak-pihak terkait memberdayakan lebih banyak lagi mesin pompa sehingga air tersebut bisa dialirkan ke laut. Selain itu, penanaman vegetasi atau tanaman tertentu di pinggir pantai Jakarta masih diperlukan sebagai salah satu upaya mitigasi bencana karena dapat menyerap air.

"Ketika tidak ada tanaman sama sekali dan curah hujan tinggi, langsung menerpa tanah dan akibatnya tidak ada resapan,"ujarnya. (antara ed: fitriyan zamzami)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement