REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan potensi cuaca ekstrem masih dapat terjadi hingga Maret 2020. Itu seiring prakiraan BMKG bahwa sejumlah wilayah di Indonesia masih akan diguyur hujan sedang hingga lebat sepekan ke depan.
BMKG mengatakan, berdasarkan hasil analisis perkembangan musim hujan dasarian II Feb 2020, maka dapat disampaikan bahwa 100 persen wilayah zona musim di Indonesia telah memasuki musim hujan. Termasuk wilayah Jabodetabek.
"Potensi cuaca ekstrem masih dapat terjadi hingga periode Maret mendatang," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Selasa (25/2).
Dia mengatakan, secara umum potensi hujan dalam sepekan ke depan dapat terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT.
Cuaca serupa juga akan menghampiri Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua.
Dwi menjelaskan, curah hujan yang bakal terjadi pada pekan ketiga Februari umumnya terjadi dalam intensitas sedang. Namun beberapa wilayah diperkirakan akan mengalami hujan kategori tinggi semisal Jawa Barat bagian timur, Jawa tengah bagian tengah, Kalimantan barat bagian utara, Sulawesi bagian tengah dan Papua bagian tengah.
Sedangkan pada Maret pekan pertama wilayah yang diprakirakan mengalami hujan kategori tinggi berada di Kalimantan Barat bagian utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat bagian tengah, Sulawesi bagian tengah, Manokwari bagian timur, dan Papua bagian tengah.
"Pada Maret pekan kedua wilayah yang diprakirakan mengalami hujan kategori tinggi berada di sebagian Jabar, Sulteng, Manokwari bagian timur, dan Papua bagian tengah," kata Dwikorita lagi.
Dwi menjelaskan, cuaca ektrem dapat terbentuk lantaran keberadaan badai tropis Ferdinand yang mulai terdeteksi pada 24 Februari lalu di selatan Samudera Hindia. Dia mengatakan, angin itu menyebabkan pembentukan pola pertemuan massa udara atau konvergensi yang memanjang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Bali, NTB dan NTT.
Secara khusus, dia menyoroti curah hujan yang terjadi di Jabodetabek dalam waktu beberapa hari terakhir. Dwi menjelaskan, hujan yang terjadi secara merata itu secara dominan dipicu faktor dinamika atmosfer skala lokal.
"Yaitu adanya pembentukan pola konvergensi atau pertemuan massa udara dan kondisi labilitas udara yang kuat terutama di wilayah Jawa bagian barat, termasuk wilayah Jabodetabek," katanya.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab memastikan siklon Ferdinand tidak akan memasuki Indonesia. Dia menjelaskan, siklon angin tersebut sellau bergerak menjauhi garis khatulistiwa karena energi kinetik yang dihasilkan di daerah equator sangat kecil.
"Meskipun tidak masuk ke wilayah Indonesia namun dampak tidak langsung bisa terjadi seperti adanya daerah pertemuan angin," katanya sambil menjelaskan bahwa siklon tersebut diprediksi punah pada 27 Februari nanti.