Kamis 27 Feb 2020 01:16 WIB

Komunitas Pembawa Tumbler

Membawa tumbler mengurangi sampah plastik.

Andi Nur Aminah
Foto: Republika/Daan Yahya
Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andi Nur Aminah*)

Beberapa kali menghadiri acara, saya menemukan pemandangan baru. Suatu hari di sebuah seminar yang digelar di kantor kecamatan, di meja registrasinya juga tersusun thinwall atau kontainer plastik. Isinya, jelas terlihat dari kotak transparant itu, tiga macam kue

 

Petugas yang membagikan kontainer plastik berisi kue itu lalu menunjuk salah satu sudut ruangan. Di sana berjejer dua dispenser dengan air mineral galon yang penuh. "Silakan ambil minum di sana ya," ujarnya sambil mengarahkan. Di dekat dispenser itu berjejer rapi mug yang boleh digunakan di tempat itu, tidak untuk dibawa pulang.

Di sebuah acara kangen-kangenan salah satu kampus ternama yang dikemas dalam bentuk Turnamen Futsal, saya mencermati undangan yang disebarkan panitia. Di situ tertera dengan jelas, saran panitia agar peserta membawa tumbler sendiri. Panitia hanya menyiapkan galon berisi air mineral di beberapa sudut hajatan itu digelar.

Lalu ada lagi acara arisan ibu-ibu Ikatan Wanita Pengusaha (Iwapi) di Depok yang rutin bertemu sebulan sekali. Pesan di ujung undangannya selalu disertai ajakan pada peserta arisan untuk membawa tumbler. Tujuannya tak lain, untuk mengurangi sampah plastik.

 

Membawa tumbler atau tempat minum, saat ini menjadi pemandangan yang jamak. Memang ada beberapa orang yang sudah melakukannya dari dulu sebagai sebuah kebiasaan baik. Asyiknya kini punya tumbler, jika sudah kosong, beberapa lokasi menyediakan dispenser untuk mengisi ulang tumbler kita.

 

Para pembawa tumbler, umumnya punya pemahaman cukup baik terhadap lingkungan hidup, terkhusus masalah sampah plastik. Membawa tumbler, artinya mengurangi risiko bertambahnya volume sampah plastik. Ya, bukankah sampah plastik dari kemasan air mineral, baik berupa gelas maupun botol aneka ukuran, menjadi salah satu penyumbang tertinggi sampah plastik di Indonesia?

Bayangkan, apa tidak ngeri dengan fakta keberadaan sampah di Indonesia yang kini disebut semakin meningkat hingga mencapai 67 juta ton sampah selama tahun 2019. Dari jumlah itu, 15 persennya adalah didominasi sampah plastik yang membutuhkan waktu sangat lama untuk dapat terurai.

Kesadaran mengurangi sampah plastik, syukur-syukur juga sudah masuk ke gerbang lembaga pendidikan. Kampanye antisampah plastik kini terus digemakan mulai di level TK, SD hingga ke perguruan tinggi.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bahkan mengeluarkan surat edaran tentang Larangan Penggunaan Kemasan Air Minum Berbahan Plastik Sekali Pakai dan/atau Kantong Plastik di Lingkungan Kemendikbud. Larangan yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2019 itu mulai diterapkan Januari 2020 lalu.

Dijelaskan dalam surat edaran tersebut, setiap unit diminta menyediakan dispenser atau teko air minum dan gelas minum di setiap ruang kerja. Tidak hanya itu, peralatan tersebut harus ada di ruang pertemuan, rapat, dan aula.

SE Mendikbud itu, jika dipatuhi oleh sekolah-sekolah, dampaknya mungkin akan cukup signifikan terhadap pengurangan sampah plastik. Coba saja simak faktanya, di setiap sekolah di Indonesia terdapat kantin. Di setiap kantin biasanya menjual air minum kemasan yang menggunakan plastik.

Selain minuman, banyak makanan yang juga dibungkus menggunakan plastik. Sampah dari makanan dan minuman tersebut akan sangat menumpuk mengingat setiap harinya siswa-siswi di sekolah selalu membeli jajanan di kantin. Semangat untuk terus menggelorakan kampanye antisampah plastik tentu patut didukung.

Jadi, saya akan acungkan jempol bagi mereka, yang setia selalu membawa tumbler kemana-mana. Langkah kecil tapi jika dilakukan massal akan berdampak besar. Mereka, komunitas pembawa tumbler ini patut diapresiasi. Abaikan saja mereka yang kerap berucap: "Kayak anak TK saja kemana-mana bawa botol minum."

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement