REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan monitoring dan evaluasi (monev) atas capaian program koordinasi supervisi pencegahan terintegrasi (korsupgah) tahun 2019 di Provinsi Kepulauan Riau. Dalam evaluasi tersebut, KPK mencatat masih adanya sejumlah persoalan terkait pengelolaan aset daerah.
Beberapa permasalahan aset pemerintah daerah di Kepri antara lain terkait konflik kepemilikan aset antar pemda, BP Batam, dan BUMN. Selain itu, aspek legalitas juga sangat penting.
"KPK menemukan aset-aset yang bersumber dari hibah eks BUMN, perusahaan, instansi vertikal atau dari belanja pemda, tidak memiliki bukti kepemilikan,” kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam arahannya di Kantor Wali Kota Batam, Kepri, Senin (24/2).
Kondisi tersebut, tambah Lili, meningkatkan potensi penguasaan aset berupa tanah, properti maupun kendaraan dinas oleh pihak ketiga baik perorangan, yayasan ataupun perusahaan. KPK, lanjutnya, juga menemukan pelaksanaan pinjam pakai BMD atau aset pemda yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Menyikapi sejumlah persoalan tersebut, KPK mendorong seluruh pemda di Kepri untuk serius menanganinya. “KPK akan mengawal secara cermat dan memastikan bahwa komitmen pembenahan tata kelola pemerintahan daerah se-provinsi Kepri dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berkelanjutan serta bebas dari intervensi yang tidak sah dari pihak manapun,” tegas Lili.
Sejumlah rencana aksi telah ditetapkan dan sudah dilakukan sejak 2019 yang akan dilanjutkan tahun ini. Di antaranya KPK akan memfasilitasi pertemuan antara pihak yang berkonflik dalam kepemilikan aset.
KPK juga akan melakukan koordinasi dengan Kementerian terkait regulasi dan pencatatan aset yang berasal dari hibah. Selain itu, KPK juga mendorong pemda untuk melakukan penarikan aset yang dikuasai oleh pihak ketiga melalui cara-cara persuasif maupun dengan bekerja sama kepada Asdatun Kejaksaan melalui proses hukum perdata dan pidana.
Terkait perjanjian pinjam pakai aset BMD, KPK meminta pemda agar mengacu pada aturan yang berlaku dengan menertibkan administrasi pinjam pakai terutama yang sudah habis masa berlakunya.
KPK mencatat capaian monitoring for prevention (MCP) 2019 wilayah provinsi Kepri adalah 73 persen yang menempatkannya pada peringkat ke-16 dari 34 provinsi dengan rata-rata nasional 68 persen. Dari 8 pemda di Prov Kepri, 4 pemda mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018, yaitu Pemprov Kepri yakni 89 persen, Pemkab Kep. Anambas 76 persen, Pemkab Natuna 75 persen dan Pemkot Tanjung Pinang 68 persen.
Sedangkan 4 pemda lainnya mengalami penurunan, yaitu Pemkot Batam 75 persen, Pemkab Karimun 77 persen, Pemkab Bintan 64 persen, dan Pemkab Lingga 60 persen. Detil capaian untuk 8 area intervensi masing-masing pemda dapat diakses melalui www.korsupgah.kpk.go.id.
Selain masih adanya persoalan terkait pengelolaan aset, termasuk lambatnya proses sertifikasi. Hingga akhir 2019, penyelesaian sertifikasi di wilayah Kepri hanya berkisar 12,5 persen atau rata-rata 8 sertifikat dari rata-rata target yang ditetapkan sebanyak 60 sertifikat.
Namun demikian, sepanjang tahun 2019 KPK tetap mendorong pemda untuk melakukan sertifikasi untuk menghindari berpindah tangannya aset karena tidak memiliki legalitas. Dari nilai aset yang ditertibkan, wilayah Kepri telah melakukan penertiban sebanyak 1.049 aset senilai total Rp 1,1 triliun dari total 4.646 bidang aset atau 22 persen yang telah disertifikasi. Kontribusi terbesar di antaranya dari Karimun dengan nilai aset Rp 292 miliar dan Natuna senilai Rp 266 miliar.
Selama 2019 Kepri juga telah menyelamatkan Rp 20,8 miliar dari total nilai aset yang bermasalah yaitu Rp 126,5 miliar atau sekitar 16 persen. Nilai tersebut diperoleh dari penyelamatan 91 aset dari total 328 aset dalam sengketa.
Persentase penyelamatan nilai aset terbesar dilakukan oleh Pemkot Batam. Meski dari jumlah hanya tercatat 6 aset yang diselamatkan Pemkot Batam, namun nilai aset-aset tersebut tinggi.
Terkait optimalisasi penerimaan daerah (OPD), terjadi peningkatan penerimaan yang signifikan di beberapa daerah dari pajak hotel, restoran, hiburan, dan parkir. Realisasi penerimaan tercatat sebesar Rp 317 miliar atau rata-rata naik 16,93 persen dari penerimaan tahun 2018.
Kenaikan penerimaan ini hanya dari 3 pemda di Kepri yaitu Pemkot Tanjung Pinang, Pemkot Batam dan Pemkab Bintan. Peningkatan ini kontribusi dari pemasangan 635 alat perekam pajak daring. KPK juga mencatat komitmen yang tinggi dan evaluasi berkala dalam implementasi integrasi sistem monitoring penerimaan pajak daring sejak awal menjadi pemicu peningkatan tersebut.
Implementasi integrasi host to host PBB dan BPHTB antara pemda dengan BPN pada 6 daerah di Provinsi Kepulauan Riau juga menunjukkan adanya peningkatan BPHTB rata-rata sebesar 17,10 persen dengan total nilai Rp 405 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yakni Rp 346 miliar. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses integrasi database transaksi pertanahan yang mulai diimplementasikan di beberapa pemda sudah menunjukkan hasil.
Meskipun, untuk PBB terjadi penurunan rata-rata sebesar 0,16 persen menjadi Rp 194 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 dengan total Rp 195 miliar.