Senin 24 Feb 2020 18:37 WIB

BMKG Tambah Dua Sensor Gempa di Surabaya

Saat ini, sensor yang ada di Surabaya ada 4 sensor yang sudah terpasang.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan Pemkot Surabaya melakukan pemetaan mikrozonasi gempa bumi akibat adanya Sesar Surabaya dan Sesar Waru. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, dari hasil pemetaan mikro zonasi tersebut, akan diketahui secara lebih akurat zona mana saja yang diprakirakan akan mengalami getaran yang lebih kuat, serta berapa besar getaran kekuatannya.

"Karena, hampir seluruh wilayah Indonesia termasuk di Kota Surabaya itu kan berpotensi mengalami getaran gempa bumi. Nah, jadi ada beberapa patahan aktif memang, tapi ini bukan hal baru. Ini sudah diketahui puluhan tahun lalu," ujar Dwikorita di Kantor Wali Kota Surabaya, Senin (24/2).

Dwikorita mengatakan, teknologi pendeteksi gempa saat ini sudah lebih maju. Maka, pihaknya berupaya lebih teliti dalam memonitor atau memantau kejadian gempa bumi. Hasil dari pemetaan yang dilakukan, kata Dwikorita, dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk penyempurnaan tata ruang dan juga penyempurnaan standar bangunan tahan gempa.

BMKG, kata Dwikorita, rencananya akan memasang dua akselerometer atau perangkat pengukur akselerasi tepat. Tahun lalu, BMKG juga memasang intensity meter atau alat pendeteksi gempa, sebanyak 10 sensor. Sehingga, ketika terjadi getaran gempa bumi, pihaknya bisa mengetahui secara cepat, titik mana yang mengalami getaran membahayakan, dan perlu mendapat bantuan.

"Saat ini, sensor yang ada di Surabaya ada 4 sensor yang sudah terpasang. Tahun lalu ditambah 10 intensity meter, itu juga sensor. Dan tahun ini tambah dua sensor akselerometer," ujar Dwikorita.

Kesemua sensor tersebut, kata Dwikorita, terkoneksi ke dalam aplikasi gawai. Sehingga akan menambah akurasi dan perhitungan. Saat ini, kata dia, kecepatan BMKG untuk mengetahui kejadian gempa berada di titik mana, berapa kekeuatannya, dan kedalaman berapa, antara 3-5 menit. Ketika sensornya diperbanyak dan dikoneksikan ke aplikasi, maka kecepatan mendapatkan informasi lebih tinggi sehingga penyelamatan bisa lebih cepat

"Idealnya ya secepatnya. Seperti digempa bumi tsunami di Palu itu 2 menit tsunami sudah datang. Tapi di sini kan ndak ada tsunami. Jadi kalau bisa 2 menit, Jepang itu bisa 3 menit. Target kita menuju dua menit, kita sekarang 3 menit sudah mampu," ujar Dwikorita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement