Ahad 23 Feb 2020 00:37 WIB

Sebelum Indonesia Memiliki Pembangkit Tenaga Nuklir

Bocornya limbah nuklir ke perumahan harus jadi pelajaran sebelum bicara PLTN.

Dwi Murdaningsih
Foto: dokpri
Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwi Murdaningsih*)

Paparan radioaktif tingkat tinggi menghebohkan Perumahan Batan Indah, pekan lalu. Tingkat radiasinya dinyatakan di atas ambang batas oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).

Pihak-pihat terkait seperti Bapeten, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) beserta kepolisian sudah mengambil langkah cepat terkait masalah ini. Pembersihan sudah dilakukan sedari awal diketahuinya ada paparan radioaktif yang diketahui jenis Cesium 137.

Menurut keterangan, paparan zat tersebut diduga sebagai bagian dari limbah radioaktif, bukan berasal dari reaktor.

Pertanyaan sederhananya adalah kok bisa ada limbah radioaktif di perumahan? Siapa yang membawa? Bagaimana cara membawanya? Bukankah segala sesuatu yang berhubungan dengan nuklir seharusnya tidak bisa diakses dengan mudah oleh orang yang tidak berkepentingan?

Sembari menunggu penyelidikan dari pihak yang berwenang, tercecernya limbah radioaktif ini tentu menjadi pelajaran bagi semua pihak. Apalagi, Batan ditunjuk oleh Kementerian Riset Teknologi menjadi koordinator tiga rencana strategis di bidang nuklir.

Salah satu proyek strategis yang akan dikerjakan yakni pembangunan pembangkit tenaga nuklir (PLTN). Rencananya, pemerintah akan melakukan uji kelaikan atau feasibility study (FS) di Kalimantan Barat selama 2-3 tahun ke depan.

FS tersebut akan mencakup studi lokasi, lingkungan, teknologi, dan juga secara ekonomi sehingga bisa membangun PLTN di lokasi yang tepat.

Penulis anggap, realisasi pembangunan PLTN masih jauh. Dua sampai tiga tahun saja baru FS, belum lagi tender, pembangunan lalu operasionalnya.

Namun, dari pengalaman di Perumahan Batan Indah, tentu para stakeholder harus lebih cermat dalam mengelola limbah radioaktif. Ini baru soal limbah saja lho.. pembangunan PLTN tentu banyak hal yang lebih besar yang perlu dipersiapkan. Soal kesiapan masyarakat, misalnya.

Kembali lagi soal limbah, harus ada pengawasan pelaksanaan  standar opersional prosedur (SOP) pengelolaan limbah radioaktif yang ketat agar kejadian di Perumahan Batan Indah tidak terulang.

Boleh diduga tercecernya limbah ini karena pengawasan pelaksanaan SOP pengolahan limbah radioaktif yang lemah sehingga ada limbah radioaktif yang terbuang sembarang tempat. Jangan sampai dengan ada nya insiden ini menjadi preseden yang membuat masyarakat takut akan nuklir  dan menjadi penghambat pembuatan PLTN di masa yang akan datang.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement